jpnn.com - JAKARTA - Berbagai manuver Koalisi Merah Putih (KMP), dari pengesahan UU pilkada hingga pemilihan MPR untuk mengganjal Presiden Terpilih Jokowi dipastikan tidak akan berpengaruh.
Sebab, presiden memiliki hak veto atau hak membatalkan keputusan, ketetapan, dan undang-undang.
Sehingga, berbagai spekulasi bahwa presiden akan dimakzulkan dengan mengerahkan kekuatan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan MPR tidak akan mudah terwujud. Hal tersebut memastikan bahwa pemerintahan tidak akan bisa dihancurkan oleh KMP.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menjelaskan, polemik politik yang terjadi di DPR dan MPR itu merupakan gejala divided government atau perpecahan pemerintahan.
BACA JUGA: Tersangka Sampah Belum Dicekal
"Ini tidak akan membuat pemerintahan hancur atau goyah," tuturnya ditemui di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu kemarin (8/10).
Yang menjadi kuncinya adalah hak veto presiden. Sehingga, berbagai undang-undang yang dipastikan tidak pro rakyat, seperti UU Pilkada bisa dibatalkan dengan hak tersebut. "Jangan khawatir dengan kondisi ini," terangnya.
Karena itu, perlu dipahami bahwa presiden ini dalam hal legislasi atau pembuatan undang-undang justru lebih kuat. Bahkan, bila dibandingkan dengan presiden Amerika Serikat, dalam legislasi Presiden Indonesia ini lebih superior. "Ini DPR harus paham ya," ujarnya.
Contoh paling nyata adalah RUU kawasan perdagangan bebas yang telah disahkan DPR, namun tidak diundangkan karena tidak disetujui presiden.
Karena itu bisa diprediksi, dalam waktu 5 tahun kedepan, bukanlah hal yang mustahil kalau presiden terpilih akan melakukan hal yang sama. " Langkah ini bisa ditempuh," ujarnya.
Terkait berbagai kabar rencana pemakzulan Presiden sebagai bagian dari manuver politik KMP. Jimly menjelaskan, hal tersebut hanya prasangka semata, justru sebenarnya pergolakan politik ini bagus untuk demokrasi di Indonesia.
BACA JUGA: Mau jadi Menteri, Ketua Komisi, atau...
"Ada sisi positifnya, pemerintah, DPR, dan MPR, bisa berlomba-lomba untuk mengabdi pada rakyat. Siapa yang bisa mengambil hati rakyat," jelasnya.
Pemakzulan, lanjut dia, baru bisa dilakukan dengan sejumlah syarat. Diantaranya, presiden terbukti melanggar hukum, seperti korupsi atau masalah hukum lainnya.
Namun, yang perlu diketahui, pemakzulan atau impeachment itu lebih sulit daripada mengubah UUD 1945. Hal itu dikarenakan membutuhkan persetujuan 3/4 anggota MPR. "Sulit dibayangkan impeachment terjadi di Indonesia saat ini," terangnya.
Gejalan politik seperti yang terjadi di DPR dan MPR saat ini belum biasa terjadi di Indonesia. Karena itu perlu menyiapkan perangkat-perangkat lain yang bisa menunjang. Tentunya perangkat ini akan menjadi solusi, namun harus dipikirkan bagaimana perangkat itu. "Tentu selain adanya sistem veto," ucap Jimly.
Dia menghimbau pada para pemangku kebijakan untuk bekerja secara inklusif. Semua kebijakan itu harus benar-benar diperhitungkan.
BACA JUGA: Uji Materi UU Pilkada Dibatalkan
"Semua pihak harus membuka diri, dengan kunci inklusifisme. Jangan mengedepankan ego, karena kehilangan akan tentu akan tersesat. Akal sehat yang akan menuntun pada kebenaran," tegasnya. (idr/bay/dyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jika Serius, Jokowi-JK Bisa Bagi-Bagi Tanah ke Petani
Redaktur : Tim Redaksi