Pertimbangkan Deponering, Jaksa Agung Cari Selamat?

Selasa, 09 Februari 2016 – 19:21 WIB
Eks pimpinan KPK Bambang Widjojanto dan Abraham Samad. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Khairul Huda mempertanyakan langkah Jaksa Agung mengambil-alih kasus yang melibatkan mantan Ketua KPK Abraham Samad, Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto dan penyidik KPK, Novel Baswedan.

Alasan yang digunakan oleh Jaksa Agung mengambil alih kasus tersebut menurutnya, tidak masuk akal dan justru akan menimbulkan kecurigaan akan adanya deal-deal dengan KPK.

BACA JUGA: Jokowi Bayangkan Setiap Jam Ada Lagu Nasional di TV

"Jaksa Agung mengatakan akan mempertimbangkan untuk mendeponering atau kasus itu dengan pertimbangan aspirasi masyarakat dan demi kepentingan umum. Ini menurut saya melanggar sumpah jabatan karena Jaksa Agung harus menjalankan tugas selurus-lurusnya. Kepentingan umum tidak bisa ditafsirkan seperti itu," kata Khairul Huda, di Jakarta, Senin (9/2).

Deponering perkara lanjutnya, hanya bisa dilakukan kalau ada kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar. Dalam kasus tersebut, menurutnya tidak ada kepentingan negara yang lebih besar yang bisa dikesampingkan. "Kasus Samad dan Bambang berbeda dengan kasus Chandra-Bibit yang dideponering karena saat itu mereka masih menjabat, berbeda dengan Samad dan Bambang yang sejak dikeluarkannya Perppu pemberhentian, sudah tidak menjabat dan oleh karenanya tidak ada lagi kepentingan negara atau lembaga," jelasnya.

BACA JUGA: Jero Divonis Setengah Tuntutan, KPK: Ini Belum Selesai

Dia ingatkan, langkah Jaksa Agung ini justru akan menimbulkan kecurigaan di masyarakat bahwa ada barter antara Kejaksaan Agung dengan KPK. Terlebih nama Jaksa Agung, HM Prasetyo juga disebut-sebut dalam urusan korupsi dana bansos yang melibatkan para petinggi Partai Nasdem, dimana Prasetyo juga salah satu kadernya.

"Nanti malah menimbulkan kecurigaan masyarakat mengingat nama Jaksa Agung juga disebut-sebut dalam kasus dana bansos Provinsi Sumut yang melibatkan elit-elit Partai Nasdem yang juga partai asal Jaksa Agung. Jangan sampai pengesampingan kasus Samad dan Bambang dibarter dengan kasus yang menyeret-nyeret namanya yang kini ditangani KPK itu," tegas Khairul.

BACA JUGA: Jero Wacik: Terima Kasih Pak SBY, Pak JK

Karena itu, dia minta Presiden Jokowi segera mengganti Jaksa Agung karena sudah melanggar sumpah jabatannya. Jaksa Agung ujarnya,  telah menafsirkan sendiri makna kepentingan yang lebih besar dengan kepentingan umum yang dinilainya secara subjektif. "Di sini Jaksa Agung terkesan punya kepentingan sendiri dan dia tersandera kepentingan itu," tegasnya.

Jika mau lebih elegan katanya, seharusnya Jaksa Agung lebih baik mundur dari jabatannya. "Jangan nunggu diberhentikan. Katanya revolusi mental dan moral, tapi tidak kelihatan ada revolusi dan mental dari sikap Jaksa Agung. Secara etis perkara bansos akan membebani KPK karena penyidik KPK berasal dari Kejaksaan Agung. Kalau tidak maka dimana etika dan moralnya?," tanya dia.

Lebih lanjut, Khairul mengingatkan Presiden Jokowi tidak membiarkan hal ini dan menjadikan dirinya sebagai bunker para pelaku pidana demi berlindung dari jerat hukum. Dalam hal penegakan hukum, Jokowi dia harapkan bisa mencontoh  Presiden SBY, yang tidak campur tangan, meski besannya dan ketua umum partainya terlibat dalam kasus korupsi.

"Jangan sampai Istana, KPK dan kejaksaan saling menyandera dan membarter kasus. Jokowi jangan mau dijadikan bunker bagi para pelaku tindak pidana korupsi. Ini masyarakat harus memantau terus, jangan sampai barter kasus antara Istana, KPK dan kejaksaan terjadi," pungkasnya.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua PWI: Enggak Mikir Saja Lima Menteri Direshuffle


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler