jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah mengubah skema pnyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang sebelumnya dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD), menjadi langsung dari RKUN ke rekening sekolah.
Kepala Sub Direktorat Dana Alokasi Khusus (DAK) Non-Fisik Kementerian Keuangan Kresnadi Prabowo Mukti tidak memungkiri salah satu tujuan perubahan skema penyaluran dana BOS itu untuk meminimalisir korupsi.
BACA JUGA: Ada Dana BOS, Gaji Guru Honorer Bisa Rp 2,8 Juta per Bulan
"Dengan kebijakan baru paling tidak meminimalisir (korupsi)," katanya dalam diskusi "Skema Dana Bos, Kenapa Diubah?" di salah satu hotel Jakarta Pusat, Sabtu (15/2).
Dia menjelaskan dalam postur APBN, BOS itu masuk dalam transfer daerah, wabilkhusus DAK nonfisik. Esensi dana BOS adalah membantu operasional yang sebenarnya menjadi kewenangan daerah.
BACA JUGA: Kemenag Ogah Pakai 50 Persen Dana BOS Buat Gaji Guru Honorer
Perubahan skema itu, kata dia, memiliki berbagai tujuan. Dia mencontohkan, dengan skema lama, Januari dan Februari memang sudah ada transfer dana BOS dari negara ke pemda. Namun, kata dia, persoalannya dari pemda sampai ke sekolah itu rata-rata Maret dan April. Dia menjelaskan, keterlambatan terjadi karena ada beberapa dinamika di daerah.
"Makanya dalam rangka menerjemahkan programnya Mas Menteri (Mendikbud Nadiem Makarim), karena Mas Nadiem bertemu Bu SMI (Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati), (berbicara) seperti apa terobosan yang strategis, makanya perlu diubah hal seperti ini menjadi transfer langsung," katanya.
BACA JUGA: Susi Menangis, Minta Ada Perpres Guru Honorer menjadi PNS
Dia menjelaskan kalau skema lama dulu, Januari-Februari sudah sekitar Rp 4 triliun yang ditransfer ke pemerintah daerah. Namun, dengan sistem sekarang, data per Jumat (14/2), menunjukkan yang ditransfer ke sekolah sudah Rp 8 triliun.
"Jadi, poinnya untuk menjawab keterlambatan tadi. Bahasanya biar bisa menggerakkan roda perekonomian langsung, bagaimana menerjemahkan belanja itu bisa sampai pala leveling paling bawah," paparnya.
Menurut Kresna, kalau dulu banyak kepala sekolah yang harus mencari dana talangan untuk menutupi operasional karena dana BOS terlambat. "Namun sekarang, paling tidak uang sudah di sekolah dan bisa dilaksanakan," katanya.
Terkait pertanggung jawaban penggunaan dana BOS, Kresna menjelaskan, sekolah melalui laman Kemendikbud akan menyampaikan laporan secara online di aplikasi BOS Alur.
"Kalau dulu, sekolah satu dengan lainnya saling tunggu dan harus dilaporkan ke provinsi, provinsi baru laporkan ke Kemenkeu, dan Kemenkeu baru mentransfer ke provinsi. Nanti sekolah bisa langsung mengakses ke laman tadi, kalau sudah oke bisa langsung di SK-kan Kemendikbud," ujarnya.
Dia menjelaskan SK sekolah penerima langsung diterbitkan Kemendikbud, bukan oleh pemerintah provinsi lagi.
Ia menjelaskan bila melihat data sementara, dari 216 ribu sekolah penerima, yang sudah di SK-kan itu baru sekitar 136 ribu untuk tahap satu.
"Memang ada SK tahap dua, yang tengah diverifikasi Kemendikbud. Jadi, SK langsung dari Kemendikbud," ujar Kresna.
Ia menjelaskan besaran dana BOS yang diterima itu rata-rata satuannya berbeda. Sulu SD Rp 800 ribu per siswa, sekarang Rp 900 ribu. SMP dulunya Rp 1 juta per siswa, sekarang Rp 1,1 juta. SMA dulu per siswa Rp 1,4 juta, sekarang Rp 1,5 juta. "Jadi, tergantung jumlah siswanya," katanya.
Ia menambahkan untuk madrasah, satuan yang diterima sama, tetapi anggarannya masuk dalam pos Kementerian Agama, bukan BOS transfer daerah.
Menurut dia, kalau dulu pencairan dana bos ada empat tahap. Yakni Januari 20 persen, April 40 persen, Juli 20 persen, dan Oktober 20 persen. Namun, sekarang hanya tiga tahap. Yakni Januari 30 persen, April 40 persen, dan September 30 persen.
"Jadi, diubah karena dulu sequence (urutan) kurang pas, karena ada pergantian tahun ajaran. Nanti SK diatur setahun sekali, jadi nanti itu per 31 Agustus kondisinya," katanya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy