Perundingan Dagang AS - Tiongkok di Ujung Tanduk

Jumat, 10 Mei 2019 – 21:22 WIB
Negosiasi dagang antara AS dan Tiongkok terus berjalan. Foto: Reuters

jpnn.com, WASHINGTON - Wakil perdana menteri Tiongkok dijadwalkan tiba di Washington, AS, Kamis (9/5) waktu setempat. Namun, senyum wajah pria 67 tahun itu hampir dipastikan hilang. Sebab, kunjungan dua harinya bakal menjadi penentu apakah perang dagang AS-Tiongkok bakal meletus kembali.

Presiden AS Donald Trump menyambut kedatangan Liu He sehari sebelumnya melalui akun Twitter. Dia menganggap kedatangan tokoh penting Partai Komunis Tiongkok berarti ancamannya berhasil. "Dia adalah pria yang baik. Tapi, kita lihat saja nanti," ujar dia menurut The Strait Times.

BACA JUGA: Terjadi Lagi, Siswa SMA Tewas Ditembak Teman Sendiri

Pekan lalu Trump memberikan tenggat terhadap Tiongkok. Jika tak ada kesepakatan dagang, AS bakal menetapkan bea impor 25 persen untuk kelompok barang senilai USD 200 miliar (Rp 2.858 triliun). Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer menyebutkan bahwa kelompok barang itu berupa peralatan elektrik, mesin, onderdil otomotif, dan furnitur.

Trump, tampaknya, sudah muntab terhadap sikap Tiongkok. Menurut sumber CNN, delegasi Tiongkok memang berusaha untuk melakukan negosiasi ulang beberapa poin-poin. Padahal, AS merasa bahwa poin-poin itu sudah selesai dibahas.

BACA JUGA: Ekspor Tiongkok Masih Anjlok, Apa Dampaknya Bagi Perundingan Dagang dengan AS?

BACA JUGA: Ekspor Tiongkok Masih Anjlok, Apa Dampaknya Bagi Perundingan Dagang dengan AS?

Apalagi, poin-poin yang kembali diungkit itu merupakan tuntutan utama AS. Kesepakatan yang menyangkut pembuatan regulasi yang akan melindungi aset intelektual dan rahasia dagang dan larangan memanipulasi mata uang.

BACA JUGA: Kejutan Bukan

"Saya tentu senang akan ada USD 100 miliar (Rp 1.435 triliun) masuk ke kas negara. Baik untuk AS, buruk untuk Tiongkok."

Mungkin pemerintah akan senang. Namun, rakyatnya tidak. Pakar ekonomi sudah berkali-kali menekankan bahwa kenaikan tarif impor tidak ditanggung eksporter Tiongkok. Namun, yang terimbas adalah importer, pebisnis, dan konsumen.

Dengan semua perkembangan seminggu terakhir, kesepakatan yang dirancang sejak Desember lalu hampir pasti buyar. AS dan Tiongkok kembali bermain chicken game. Chicken game merupakan permainan khas AS untuk melihat siapa yang lebih pengecut. Biasa digambarkan di sinema dengan dua mobil berhadapan saling melaju dan melihat siapa dulu yang menghindar.

Dua raksasa ekonomi global tersebut tentu bakal terluka jika kembali berperang. Tapi, keduanya punya percaya diri bukan yang pertama menyerah. Kepala Survei Institute for Supply Management AS Anthony Nieves mengatakan, industri AS lebih tahan guncangan daripada Tiongkok. "Mereka (Tiongkok) bakal merasa lebih berat daripada kita jika tarif ditingkatkan," ungkapnya.

Namun, pakar ekonomi Tiongkok menegaskan bahwa tangan Tiongkok tak terikat. Mereka masih menyimpan satu dua pukulan untuk menjatuhkan ekonomi Negeri Paman Sam. Yang jelas, pukulan itu tidak berupa bea impor tambahan.

Hampir semua barang AS sudah diberi pajak tinggi. Jika pajak dinaikkan lagi, kabinet Xi Jinping akan menciptakan senjata makan tuan. Yang menderita justru perusahaan dalam negeri.

Industri manufaktur masih mengandalkan impor dari Tiongkok. Jika tak mendapat suku cadang dari Tiongkok, mereka bakal kesulitan untuk beroperasi. Artinya, suplai untuk konsumen di AS bakal terganggu.

Selain itu, industri pertanian AS juga akan terganggu. Produsen kedelai AS sudah tersiksa saat Tiongkok menerapkan bea impor 25 persen dan membuat importer menahan arus barang. (bil/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Trump Tebar Ancaman Jelang Negosiasi Dagang dengan Tiongkok


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler