Perusahaan Air Minum Kemasan Mulai Gulung Tikar

Sabtu, 01 Februari 2014 – 07:21 WIB

jpnn.com - SURABAYA -- Persaingan di industri air minum dalam kemasan (AMDK) sangat ketat. Tidak hanya banyak bermunculan perusahaan baru, mereka juga bersaing dengan usaha air ulang dan jenis minuma lain.

Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Jatim Andreas Tikno mengatakan permintaan AMDK hanya 20 persen dari kebutuhan air masyarakat. Secara geografis, perusahaan-perusahaan AMDK sendiri ada yang bersifat nasional dan lokal.

BACA JUGA: Harga Mamin Bakal Naik 5-15 Persen

"Lokal yang daerah pemasaran di kabupaten atau kotamadya sangat banyak," tuturnya.

Ini, tambah Andreas, yang membuat perusahaan AMDK yang bergabung dalam Aspadin banyak yang berkurang. Dia menyebut dalam satu dekade ini ada 10 perusahaan tutup, sedangkan hanya dua yang baru. "Total anggota Aspadin adalah 21 perusahaan," katanya.

BACA JUGA: Telantarkan Penumpang, Express Air Diamuk Massa

Menurut dia tidak semuanya perusahaan itu 100 persen tutup. Ada tiga jenis perusahaan AMDK yang beroperasi saat ini. Pertama adalah memproduksi merek sendiri.

Kedua yakni, selain memproduksi merek sendiri juga merek lain. Jenis terakhir yaitu, benar-benar membuat merek lain.
"Ada juga yang tutup karena, akuisisi," ucapnya.

BACA JUGA: Produsen Alas Kaki Relokasi ke Jatim

Sementara itu. tekanan harga kemasan dan pendukung proses produksi tidak bisa menahan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) di Jatim menaikkan harga jual. Pada awal tahun mereka menggenjot harga sampai 15 hingga 20 persen.

Andrea menyebut aksi perusahaan AMDK tidak seperti biasanya. Secara tradisi, mereka berani menaikkan harga memasuki musim kemarau. Saat ini, permintaan AMDK sedang naik.

"Anggota Aspadin sudah ada yang menaikkan pada akhir tahun lalu, tapi hanya 5 sampai 10 persen. Sekarang, ditambah lagi," ujarnya.

Salah satu pemicu kenaikan adalah, lanjut dia, harga kemasan telah naik 25 persen sejak November 2013. Penyebabnya, terdongkraknya harga bahan baku bijih plastik impor.

Ini seiring melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Komponen lainnya juga naik mencakup ongkos kirim, tarif dasar listrik serta upah minimum kabupaten/kota (UMK).

Andreas menambahkan kemasan merupakan komponen biaya produksi AMDK tertinggi yakni mencapai 70 persen, sehingga harus dikompensasikan terhadap penaikan harga jual produk AMDK.

Namun, potensi pasar AMDK di Jatim dinilai masih cukup besar, dan volume pengonsumsian produk air minum itu tahun ini diyakini bisa tumbuh 15 persen.

Peningkatan permintaan AMDK lazim terjadi bertepatan hari Lebaran, tetapi mulai kuartal I tahun ini diperkirakan mulai naik konsumsinya sebab bertepatan pemilu legislatif. "Keuntungan lain, pada semeseter kedua ada momen Piala Dunia, sehingga kegiatan outdoor tinggi," katanya. (dio)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ada Keringanan untuk Freeport


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler