Dua jaringan toko kacamata terkenal di Australia yang dimiliki oleh perusahaan asing meraih laba berlipatganda setelah mengklaim tunjangan gaji JobKeeper.
Peritel global Specsavers mengklaim lebih dari AU$90 juta (Rp900 miliar lebih) untuk mendapat bantuan dana dari program 'JobKeeper' dan tercatat sebagai salah satu penerima terbesar yang diketahui publik.
Informasi yang diperoleh ABC mengungkapkan saingan Specsavers yaitu Luxottica juga meraih laba lebih dari dua kali lipat setelah menerima puluhan juta dolar JobKeeper.
Luxottica merupakan perusahaan induk dari jaringan toko kacamata OPSM dan Sunglass Hut.
BACA JUGA: Diplomat Inggris Ungkap Pembongkaran Kubah dan Menara Masjid Bersejarah di Tiongkok
Baik Specsavers maupun Luxottica merupakan perusahaan milik asing.
Specsavers berbasis di Guernsey, wilayah Inggris yang bebas pajak.
BACA JUGA: Penduduk Sementara yang Ingin Beli Rumah di Hobart Terhambat Biaya Tambahan yang Tinggi
"Kedua perusahaan ini memperoleh keuntungan peningkatan laba sebesar $130 juta," kata analis investasi Dean Paatsch.
"Tanpa JobKeeper, hal itu tidak akan pernah terjadi. Kita tak bisa tiba-tiba mendapat laba 100 persen lebih banyak kecuali bila pengeluaran turun," jelasnya.
Tunjangan JobKeeper merupakan subsidi gaji yang menelan biaya AU$90 miliar (Rp900 triliun lebih) kepada sekitar 1 juta perusahaan yang mencakup sekitar 3,8 juta pekerja.
Nama-nama perusahaan penerima JobKeeper serta jumlah uang yang mereka terima tidak terbuka untuk publik.
Tapi dokumen yang diajukan ke regulator keuangan ASIC dan diperoleh ABC mengungkapkan nilai subsidi ini terhadap Specsavers dan Luxottica.
Pendapatan Specsavers anjlok pada April tahun lalu di tengah lockdown sebelum pulih kembali saat ekonomi dibuka.
Pendapatannya sepanjang tahun turun hanya 1 persen, sementara laba melonjak $78 juta menjadi $150 juta.
Specsavers menerima sekitar $92 juta dari JobKeeper, sementara menurut informasi yang diterima ABC perusahaan itu mengembalikan sekitar $4 juta.
"Dana pembayar pajak tetap membayar subsidi gaji ini meski pun di setiap negara bagian dan teritori, kecuali Victoria, semuanya sudah normal kembali setelah bulan Juli," jelas Dean Paatsch.
"Hal ini menguntungkan bagi perusahaan yang mengalir langsung ke keuntungan para pemilik di luar negeri," katanya.
Specsavers beroperasi di Australia mencakup kantor pusat bersama sekitar 500 usaha optik dan audiologi, yang dimiliki secara independen dalam struktur seperti waralaba.
"Mereka semua melihat penurunan pendapatan yang dramatis dan masing-masing dari mereka secara individual memenuhi syarat untuk JobKeeper," kata seorang juru bicara Specsavers kepada ABC.
"Skema JobKeeper sangat bernilai karena memungkinkan mitra toko kami untuk bertahan, terus memberikan layanan mendesak dan penting serta menjaga pegawai mereka tetap bekerja," tambahnya.
Jaringan toko ini terus memberikan layanan optometri selama lockdown sementara bagian ritel yang tidak penting dibatasi. Peningkatan laba Luxottica
Luxottica South Pacific Holdings memiliki sekitar 200 gerai Sunglass Hut dan sebagian besar dari 300 gerai OPSM di Australia.
Pendapatan dalam operasinya di Australia turun lima persen sementara labanya melonjak sebesar $50 juta menjadi $67 juta.
Laporan keuangannya menunjukkan pengeluaran untuk gaji karyawan, atas bantuan tunjangan JobKeeper, telah turun sebesar $56 juta.
"Sekali lagi, semua peningkatan besar dari peningkatan laba mereka terjadi karena adanya tunjangan JobKeeper," ujar Paatsch.
"Perusahaan-perusahaan ini sama sekali tidak melakukan kesalahan; mereka secara sah memenuhi syarat untuk skema bantuan ini," katanya.
"Jika Anda memenuhi syarat dalam sekejap, Anda terus menerima subsidi selama enam bulan, terlepas dari apakah usaha Anda telah kembali normal atau tidak," papar Dean Paatsch.
Perusahaan induk Luxottica berbasis di Paris dan diketuai serta sebagian dimiliki oleh salah satu dari 100 orang terkaya di dunia versi Forbes.
Luxottica tidak menjawab pertanyaan ABC tentang JobKeeper.
Tahun keuangan Specsavers adalah dari Maret 2020 hingga Februari 2021, sedangkan tahun keuangan OPSM adalah dari Januari hingga Desember 2020. 'Menyelamatkan 700 ribu pekerjaan'
Bendahara Negara (Treasurer) Josh Frydenberg menjelaskan JobKeeper telah menyelamatkan setidaknya 700.000 pekerjaan.
"Tanpa JobKeeper, lebih banyak pekerjaan akan hilang dan usaha terpaksa ditutup," katanya.
Perusahaan yang memenuhi syarat mulai menerima JobKeeper pada awal 2020, dan berlangsung hingga tersebut hingga sekitar akhir September ketika pendapatan mereka dievaluasi kembali.
Sampai saat itu, perusahaan menerima dana $1.500 per karyawan yang memenuhi syarat setiap dua minggu.
Evaluasi pada bulan September mengakibatkan sebagian besar pekerja dan setengah dari perusahaan tidak lagi berhak menerima JobKeeper.
Frydenberg membela langkah pemerintah yang tidak mengevaluasi ulang omset perusahaan penerima lebih awal untuk memastikan omset mereka telah pulih.
"Dalam pandangan perbendaharaan negara saat itu, adalah menjaga JobKeeper ini untuk memberikan kepastian dan dukungan bagi perekonomian," katanya.
Frydenberg juga membela langkah pemerintah yang tidak memasukkan ketentuan pengembalian dana bila ternyata perusahaan mengalami keuntungan.
Anggota DPR dari oposisi Andrew Leigh mengatakan keuntungan para pengecer toko kacamata itu menunjukkan bagaimana subsidi gaji menjadi "tunjangan perusahaan" untuk sejumlah pihak.
"Pendekatan jangka pendek pemerintah terhadap JobKeeper telah membuat jutaan dolar mengalir ke perusahaan berbasis di surga pajak dan miliarder di luar negeri," katanya. Tak mau mengambil JobKeeper
Seorang pengusaha kacamata Robyn Main menyediakan layanan bagi penghuni panti jompo di Kota Perth.
Ia hampir tidak memiliki pekerjaan awal tahun lalu karena fasilitas perawatan lansia menjalani lockdown, namun memutuskan untuk tidak mengambil tunjangan JobKeeper.
"Saya tidak membutuhkannya, jadi mengapa harus mengambil sesuatu bila kita tidak membutuhkannya?" ujar Robyn.
"Kami masih memiliki tabungan, kondisi kami baik-baik saja," tambahnya.
Usaha kacamata mengalami pemulihan pada paruh kedua tahun 2020, sehingga Robyn pun mempekerjakan seorang anggota staf untuk pertama kalinya.
Menurut Robyn, perusahaan besar seharusnya mempertimbangkan untuk mengembalikan tunjangan JobKeeper yang pada akhirnya tidak mereka butuhkan.
"Saya berharap mereka memikirkan generasi mendatang dan siapa yang akan membayar beban keuangan negara ini," jelasnya.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penelitian Menemukan Orang yang Aktif Mengecek Fakta Masih Menyebarkan Berita Bohong