Perusahaan Berebut Dolar

Sabtu, 30 November 2013 – 13:21 WIB

JAKARTA - Keringnya likuiditas dolar diperkirakan semakin parah dengan terjadinya perebutan dolar oleh korporasi pada pengujung tahun ini. Sebab, kebutuhan perusahaan untuk membayar utang jatuh tempo dalam bentuk dolar pada akhir tahun setidaknya mencapai USD 414 juta atau sekitar Rp 4,87 triliun. Nilai tukar rupiah dikhawatirkan semakin tertekan jika swasta hanya memburu dolar dari pasar spot valuta asing (valas).

Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia (BI) Hendy Sulistiowati menyatakan, sisa utang luar negeri swasta, baik bank maupun nonbank, pada kuartal keempat tahun ini mencapai USD 18,89 miliar. Di antara jumlah tersebut, sekitar USD 11 miliar telah dibayarkan pada September maupun Oktober. Namun, dari 2.800 perusahaan debitor, masih ada sisa sekitar USD 8 miliar yang jatuh tempo pada Desember 2013.

BI mengambil sampel terhadap 20 perusahaan di antara total 2.800 perusahaan pelapor utang. Sebanyak 20 perusahaan tersebut memiliki kontribusi utang lebih dari 60 persen atau mencapai USD 5,6 miliar. Pada Desember, 20 perusahaan tersebut diprediksi hanya membayar utang jatuh tempo sekitar USD 1,3 miliar. 

''Valas yang sudah ready dibayarkan tercatat USD 888 juta. Sementara itu, yang belum punya valas dan berpotensi beli dolar untuk bayar utang mencapai USD 414 juta,'' terangnya di Jakarta. Beberapa perusahaan itu, antara lain, datang dari sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan, industri peng­olahan, serta sektor pertambangan dan penggalian.

Sementara itu, lanjut Hendy, pembayaran sekitar USD 4,6 miliar utang jatuh tempo dijadwal ulang. ''Sebab, perusahaan afiliasi gampang di-reschedule. Ini bukan karena kesulitan likuiditas, tapi memang bergantung kebutuhan anak dan induk perusahaan kapan dibayar,'' katanya.

Namun, dia menyatakan, kebutuhan valas, terutama dolar, yang melonjak pada akhir tahun tidak hanya disebabkan pembayaran utang luar negeri. Ada juga faktor pembayaran repatriasi atau transfer keuntungan perusahaan asing di Indonesia kepada induknya di luar negeri.

Repatriasi dalam bentuk portofolio pada kuartal ketiga 2013 mencapai USD 716 juta dan pada kuartal keempat 2013 cenderung sama. ''Sebaliknya, profit transfer berbentuk FDI (foreign direct investment) per kuartal ketiga sekitar USD 2,59 miliar. Itu 50 persennya ditanamkan kebali ke Indonesia,'' ungkapnya.

Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo meminta kepada perusahaan-perusahaan yang tengah membutuhkan valas dolar untuk menggunakan fasilitas lindung nilai jika dibanding pasar spot valas. Langkah itu dinilai sangat krusial untuk dilakukan sekarang mengingat nilai tukar rupiah kian lemah.

''Apakah kebutuhan dolar untuk awal 2014 sudah menggunakan hedging? Masih sedikit sekali. Semua cenderung di pasar tunai dan spot. Jadi, tekanan menjadi tinggi. Itu yang perlu diperbaiki,'' ujarnya. 

Dia juga menyentil perusahaan-perusahaan yang menggunakan dolar untuk bertransaksi di dalam negeri. Sebab, ada 31 persen permintaan dolar perusahaan besar di tanah air untuk transaksi di dalam negeri. Transaksi dengan dolar itu salah satunya terjadi pada aktivitas pembelian gas.

Agus juga menekankan perbaikan kepatuhan perusahaan untuk membayar dana hasil ekspor (DHE). (gal/c5/sof) 
 

BACA JUGA: BI Jaga Rupiah

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rupiah Melemah, Kurangi Impor dan Tambah Ekspor


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler