jpnn.com - JAKARTA - Beragam pandangan dan pemikiran dari peserta Bincang Santai Pendidikan, Minggu (16/10, di Jakarta, dapat memperkaya kazanah pemikiran untuk menemukan model pendidikan yang memerdekaan. Di samping kuatnya nilai-nilai global, kita juga mesti mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal.
Direktur Sumber Daya Manusia, Samsung Electronics Indonesia, menegaskan perusahaan-perusahaan modern dalam mengembangkan inovasi mengandalkan kreativitas SDM-nya.
BACA JUGA: Ratusan Perda Dinilai Diskriminatif Terhadap Perempuan
Dalam hal ini, bila perusahaan tersebut berskala global struktur organisasinya niscaya berubah mengikuti perkembangan zaman sehingga ada kebutuhan mencari generasi muda kreatif.
“Saya kira di sinilah tempatnya anak merdeka tersebut,” katanya.
BACA JUGA: Sakit, Mantan Kepala BPPN Lolos Penahanan
Pandangan berbeda disampaikan Arleene Yuliana, Vice President bidang Corporate Finance Kartuku, sebuah perusahaan Fin-Tech.
Arleene menegaskan kebutuhan inovasi kalangan perusahaan terdorong oleh perubahan cepat yang dimaksud di atas.
BACA JUGA: Fasilitas Belajar Bagi Anak Merdeka Masih Minim
“Kalau kita tidak bergerak dengan cepat mengikuti perubahan ini, kita akan tertinggal jauh. Ada kondisi dimana kita harus terus membangun sesuatu yang baru yang berorientasi pada teknologi dan SDM-nya,” tegas dia.
Namun, untuk memenuhi kebutuhan ini, sumber daya manusianya sangat terbatas. Di negeri maju, SDM punya kreativitas dan inovatif. Sementara di Indonesia, ada gap yang besar saat perusahaan butuh SDM yang tepat dan kreatif. Dalam ini, Arlene mengaku perusahaannya dalam dua tahun terakhir telah melakukan proses ini, mencari dan mengajak talenta-talenta merdeka.
Hal yang mirip juga diakui Imron Zuhri, Chief Technical Officer dari Dattabot. Dia menegaskan bahwa perusahaannya butuh orang-orang yang bisa bermain. Talenta-talenta merdeka itulah yang mengisi kekosongan sumber daya manusia.
“Data itu diam dan perlu orang yang bisa berinteraksi langsung dengan data. Namun, sebagian besar orang, bermain itu menakutkan. Mereka hanya ingin diberi tugas kerja yang jelas, sementara di perusahaan saya tugas kerjanya tidak jelas,” ujar dia.
Dalam mengatasi hal itu, akhirnya, perusahaan yang dia pimpin mampu merekrut sekitar 200 orang anak muda yang sanggup bermain dengan data. Ijasah mereka ketika sekolah menjadi tidak dipakai lagi, karena mereka menemukan tempat dimana mereka bisa menjadi dirinya sendiri dengan segala kreativitas yang dimilikinya.
Mengenai pencarian talenta merdeka itu, bagi Arleene Yuliana adalah sebuah tantangan tersendiri. Dia mengingatkan bahwa banyak lulusan perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan perusahaan.
“Kurikulum yang mereka dapatkan di bangku sekolah tidak cukup memfasilitasi talenta-talenta merdeka ini. Di Indonesia, kita hanya melihat kemajuan teknologi hanya dari produknya. Tetapi, kita jarang melihat proses kemajuan teknologi muncul dan berkembang di Indonesia,” tambah dia.
Orang Indonesia hanya terbiasa melihat hasil akhirnya, tidak mementingkan inovasi apa yang dihasilkan dari satu produk, meskipun dihasilkan dari perusahaan yang berbeda. Sesungguhnya, kita hanya perlu melihat kebutuhan nmasyarakat itu apa, dan tidak perlu berpendidikan tinggi untuk punya sensitivitas dalam melihat kebutuhan itu.”(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Canggih, Inilah Keistimewaaan Kapal Layar Latih Pengganti Dewaruci
Redaktur : Tim Redaksi