jpnn.com - JAKARTA - Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafrudin Tumenggung akhirnya memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin (17/10).
Mantan pejabat di era Presiden Megawati Soekarnoputri ini diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian hak tagih (Cessie) PT Adyesta Ciptatama dari BPPN tahun 2004 lalu.
BACA JUGA: Fasilitas Belajar Bagi Anak Merdeka Masih Minim
Namun, pemeriksaan kali ini Syafrudin lolos dari penahanan karena yang bersangkutan sakit.
”Jadi pemeriksaan hanya sebentar karena yang bersangkutan sedang sakit,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah di Kejagung, Senin (17/10) sore. Karena kondisi yang kurang memungkinkan itu, kata Arminsyah, Syafrudin hanya memberikan keterangan singkat kepada penyidik.
BACA JUGA: Canggih, Inilah Keistimewaaan Kapal Layar Latih Pengganti Dewaruci
”Dia berikan keterangan yang formal-formal saja, tapi tetap akan kita panggil lagi minggu depan,” jelas Arminsyah.
Informasi dihimpun, Syafrudin yang didamping kuasa hukumnya datang sekitar pukul 10.00 WIB. Dua jam kemudian, Syafrudin meninggalkan ruang pemeriksaan tanpa dijaga ketat petugas keamanan dalam (Kamdal) Kejagung. Hal ini dibenarkan Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus, Fadil Zumhana.
BACA JUGA: Kapal Latih Pengganti Dewaruci Resmi Diluncurkan
”Belum (ditahan), tunggu pertimbangan penyidik,” terang Fadil seperti diberitakan Indopos (Jawa Pos Group) hari ini (18/10).
Seperti diketahui, PT Adyaesta Ciptatama (AC) diduga telah meminjam kredit ke Bank BTN, untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare, Bank BTN lalu mengucurkan kredit sekitar Rp 469 miliar, dengan jaminan sertifikat tanah seluas 1.200 ha. Masalah muncul, ketika krisis moneterterjadi, BTN pun tak urung menjadi salah satu bank masuk program penyehatan BPPN.
Badan ini selanjutnya melelang kredit-kredit tertunggak termasuk aset PT AC berupa tanah 1.200 ha. Lelang digelar PT First Capital ?sebagai pemenang dengan nilai Rp 69 miliar, tapi First Capital belakangan, membatalkan pembelian dengan dalih dokumen tidak lengkap.
Kemudian, BPPN melakukan program penjualan aset kredit IV (PPAK IV), 8 Juli 2003 hingga 6 Agustus 2003 dan dimenangkan oleh PT VSIC dengan harga yang lebih murah lagi, yakni Rp26 miliar. PT AC telah mencoba menawar pelunasan kepada Victoria dengan harga di atas penawaran BPPN, yakni Rp266 miliar. Tapi VSIC menaikkan harga secara tidak rasional sebesar Rp 1,9 triliun. (ydh/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Haji Lulung Cs Bersiap Mengudeta Djan Faridz
Redaktur : Tim Redaksi