JAKARTA - Hingga kini Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) belum bisa menerbitkan daftar hitam atas 38 perusahaan yang terafiliasi dengan terpidana kasus korupsi wisma atlet M. Nazaruddin. Daftar hitam baru bisa dirilis jika ada permintaan dari pemilik proyek, yaitu Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
"Kami baru bisa menerbitkan daftar hitam jika ada surat permintaan dari Kemenpora," kata Kepala LKPP Agus Raharjo kepada Jawa Pos, Minggu (24/6).
Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas proyek-proyek pemerintah, LKPP merilis daftar hitam perusahaan yang wanprestasi atau tersangkut kasus hukum. Daftar itu diumumkan dalam portal pengadaan nasional, yakni Inaproc, melalui situs https://inaproc.lkpp.go.id.
Agus menjelaskan daftar hitam diumumkan setelah PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) melayangkan surat keterangan daftar hitam. Selain PPK, pejabat yang bisa mengirimkan surat daftar hitam adalah KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), yang biasanya dipegang oleh Sekretaris Kementrian. "Tapi Sesmen-nya (sesmenpra, Red) juga kena (kasus hukum) kan ya," kata Agus.
Agus mengatakan, Kemenpora wajib mengirimkan daftar hitam apabila terdapat kasus hukum yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Namun dalam banyak kasus, kata Agus, banyak kementrian yang mengirimkan daftar hitam sebelum ada keputusan tetap pengadilan. "Kalau sudah memutus kontrak, kementrian wajib melaporkan daftar hitam. Jadi ini bergantung kementriannya. LKPP posisinya hanya mengumumkan," katanya.
Di dalam persidangan dengan terpidana korupsi Wisma Atlet M. Nazaruddin, terungkap setidaknya ada 38 perusahaan yang terafiliasi dengan Nazaruddin. Di antaranya, PT Permai Raya Wisata, PT Mahkota Negara, PT Anak Negeri, PT Anugrah Nusantara, PT Exartech Technology Utama, atau juga PT Alfindo Nuratama Perkasa.
Lewat perusahaan-perusahaan itu lah, Nazaruddin diduga memainkan sejumlah proyeknya. PT Anak Negeri, misalnya, ikut duduk sebagai salah satu direktur Rosalina Manulang, yang juga teah berstatus terpidana kasus korupsi Wisma Atlet.
Gambaran lain peran perusahaan-perusahaan itu juga bisa diamati terkait , proyek di Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang. Nazaruddin sebelumnya telah memenangkan proyek Pengadaan Peralatan Laboratorium Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik Politeknik Negeri Sriwijaya tahun 2011.
Untuk menggarap proyek senilai Rp 27.770.000.000 itu, Nazaruddin menggunakan PT Ananto Jempieter yang berkantor di Jalan Radin Inten Kav 175 No 1B, Rt/Rw 005/014 Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Proyek itu merupakan satu dari belasan proyek Nazaruddin di berbagai universitas yang sedang disidik KPK terkait dugaan suap dan korupsi.
Koordinator Investigasi Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Uchok Sky Khadafi menilai aneh keputusan belum dimasukkannya perusahaan-perusahaan Nazaruddin dalam daftar hitam. Menurut dia, dengan belum dimasukkan sebagai daftar hitam, maka perusahaan-perusahaan itu masih akan leluasa beroperasi.
Termasuk, menurut dia, bisa membersihkan jejak-jejak korupsi yang telah dilakukan sebelumnya. "Atau, bahkan, sangat mungkin melakukan korupsi-korupsi baru, ini memprihatinkan," kata Uchok.
Karenanya, dia mendesak, agar pemerintah dalam hal ini LKPP segera mengambil langkah aktif. "Harus ada keberanian dari pemerintah untuk mengambil tindakan cepat. Tidak bisa kalau hanya sekedar saling menunggu. Sebab, akan bisa menjadi preseden buruk bagi pelaku-pelaku korupsi lainnya," tandasnya. (sof/dyn/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Politisi Senayan Ingatkan KPK Tak Galang Opini Pembusukan
Redaktur : Tim Redaksi