jpnn.com, JAKARTA - Juul Labs, perusahaan rokok elektrik berbasis di San Fransisco, AS, berencana melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran, termasuk angkat kaki dari pasar Eropa dan Asia.
Kebijakan diambil sebagai bagian dari upaya perusahaan mengubah arah bisnisnya.
BACA JUGA: Ketahui 4 Fakta Seputar Rokok Elektrik
Sebelumnya, The Wall Street Journal melaporkan saat ini, Juul Labs mempekerjakan sekitar 2.200 orang. Kemungkinan, jumlah tenaga kerja yang dipangkas mencapai 1.200 orang atau separuhnya.
PHK tersebut merupakan bagian dari mengubah arah bisnis perusahaan yang telah dimulai sejak September 2019.
BACA JUGA: RELX Berikan Kenyamanan dan Keandalan Produknya
Bukan pertama kalinya Juul melakukan perubahan signifikan pada tenaga kerjanya. Pada November 2019, perusahaan memangkas tenaga kerjanya hingga 650 orang demi berhemat USD1 miliar. Pada April 2020 lalu, Juul kembali memutuskan untuk mem-PHK sebagian karyawan.
"Belum ada keputusan akhir yang dibuat dan kami terus melalui proses evaluasi," ujar juru bicara Juul dalam sebuah pernyataan pekan lalu.
BACA JUGA: Dikabarkan Doyan Cowok, Onadio Leonardo Bilang Begini
Salah satu pelanggan Juul, Dio Alief Irawan, merasa khawatir dengan hengkangnya pabrikan rokok elektronik ini dari Asia.
Dia mempertanyakan bagaimana pasokan pods pengguna Juul di Indonesia yang sudah nyaman dengan produk ini.
“Saya sudah cukup lama memakai Juul sebagai pengganti rokok, kalau perusahaannya sudah tidak ada di Tanah Air nanti saat saya kehabisan pods bagaimana mencarinya. Ini menyebabkan teman-teman sesama pengguna Juul harus mencari produk lainnya yang mungkin serupa,” tutur Dio.
Di lain sisi, hengkangnya Juul dari pasar Asia tidak membuat cemas kalangan pengusaha vaping Tanah Air.
Ketua Asosiasi Perusahaan Vape Indonesia (APVI) Aryo Andrianto tidak terlalu merisaukan hengkangnya Juul Labs dari Indonesia, karena kontribusinya terhadap perekonomian nasional, tidak terlalu signifikan.
"Juul tidak memberi dampak besar bagi kita, yang saya khawatirkan justru industri rokok elektronik nasional yang terancam akibat kebijakan cukai dan tambahan pajak yang akan diterapkan pemerintah," seru Aryo.
Secara nasional kontribusi industri rokok elektrik cukup signifikan. Hingga kuartal I-2020 sektor ini menyumbang Rp400 miliar hanya dari cukai, belum termasuk pajak.
Jumlah itu hampir 4 kali lipat dibanding penerimaan cukai dari industri tekstil sepanjang 2019. Ditargetkan hingga akhir 2020, sektor ini mampu menyumbang hingga Rp1 triliun dari cukai saja.
Aryo menilai prospek industri rokok elektrik di Indonesia masih sangat terbuka di masa pandemi Covid-19 ini. Apalagi pemerintah berencana mengenakan pajak tambahan bagi industri tembakau dan turunannya, sehingga kehadiran rokok elektrik bisa memberi anternatif bagi para konsumen.
"Di saat Covid-19 orang juga mencari cara hidup lebih sehat, misalkan tren bersepeda agar tubuh lebih fit. Nah, rokok elektrik ini juga bisa dibilang begitu. Lebih sehat dibanding rokok tembakau," tandas Aryo.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy