Perusahaan Tambang Emas Keluhkan Rumitnya Perizinan

Kamis, 22 November 2012 – 00:44 WIB
JAKARTA – Perusahaan pertambangan emas, Kalimantan Surya Kencana (KSK) mengeluhkan kerugian hingga jutaan dolar Amerika Serikat (AS) akibat tumpang-tindihnya perizinan di Indonesia dan ketidakjelasan sikap pemerintah dalam mengatasinya. Perusahaan yang juga dikenal dengan nama Kalimantan Gold ini memerkirakan sudah menghabiskan USD24 juta untuk pekerjaan ekplorasinya sejak 1997 hingga kini.
           
Namun kini perusahaan dengan tenaga kerja 90 persen masyarakat lokal itu terancam tak bisa melangsungkan pekerjaan hingga tahapan feasibility studies dan kehilangan semua investasinya karena tak kunjung tuntasnya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Padahal, permohonan izin sudah diajukan sejak lebih dari tiga tahun lalu.

Hal itu diungkapkan Direktur Proyek KSK, Mansur Geiger dan Manager Operasi KSK Ridwan Lowther kepada wartawan, Rabu (21/11). “Peraturan mana yang harus kami ikuti dan bagaimana pertanggungjawaban atas kerugian kami itu harus ditegaskan pemerintah? Kini dana ini pun terancam hangus karena persoalan tak kunjung tuntas,” kata Mansur.
           
Di sisi lain, rencana penyerapan ribuan tenaga kerja oleh perusahaan yang beroperasi di Kalimantan Tengah itu juga terkendala akibat izin dari Kemenhut yang tak kunjung terbit. Saat ini, 300 pekerja KSK didominasi warga setempat. Karenanya, kata Mansur, pemerintah daerah di empat kabupaten yang menjadi wilayah eksplorasi mengapresiasi langkah KSK yang mau menyerap tenaga kerja lokal.

Ridwan menambahkan, selama ini usaha pertambangan KSK sudah menyumbang 42 persen pengurangan kemiskinan di Kalimantan Tengah pada 2005. “Dan pengurangan 11 persen angka kemiskinan pada 2011,” papar pria asal Inggris yang beristrikan wanita Indonesia itu.
     
Namun menurutnya, IPPKH yang dikantongi KSK adalah izin eksplorasi di lahan seluas 7422 Ha. Hanya saja IPPKH lewat SK Menhut 134/Menhut-II/2012 itu dianggap  janggal.

Seperti diketahui, pihak KSK memang mendapat IPPKH pada 12 Maret 2012. Izin ini didapatkan dari beberapa kali mempertanyakan kepastian perizinan.

Padahal, perusahaan yang beroperasi sejak April 1997 ini sudah mengantongi ijin eksplorasi perpanjangan Kontrak Karya ke-VI lewat Contract of Work (CoW) yang ditandatangani Presiden Soeharto  pada 17 Maret 1997.  Namun belakangan luas lahan eksplorasi KSK dikurangi.

Dari semula 124,000 Ha lahan eksplorasi di Kalimantan Tengah yang membentang di Kabupaten Murung Raya, Katingan, Gunung Mas dan Sintang, luasnya diperkecil menjadi 61.001 Ha melalui Surat Keputusan Menteri ESDM pada Desember 2010.

Sebenarnya lewat SK Menhut pada 17 April 2007, izin ekplorasi melintasi hutan lindung dan hutan produksi yang dipegang KSK mendapat pengesahan Kepala Badan Planologi Kehutanan.  Namun upaya perpanjangan ijin pada 2009 ke Kemenhut baru dijawab pada Maret 2011 dengan permintaan pembuatan surat serupa.

Merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.18/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, disebutkan bahwa kepengurusan izin dibatasi hingga 125 hari kerja. Sementara sesuai Inpres nomor 10 tahun 2011 Tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, KSK harusnya mendapat pengecualian.

Ridwan beralasan, perusahaannya perlu mendapat pengecualian karena izin usahanya masih berlaku.  Menurut Ridwan, pihaknya tak habis pikir, karena persoalan izin semakin rumit.

Padahal, karena keberhasilan KSK membangun tambang dengan image positif maka Freeport McMoran mau mengeluarkan USD 7 juta untuk mendanai kegiatan eksplorasi sejak Maret 2012. "Dana ini akan hangus jika tahapan feasibility studies tak tercapai," keluhnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demo Buruh Pukul Investasi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler