jpnn.com, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menilai candaan Presiden Jokowi soal pelukan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dengan Presiden PKS Sohibul Iman, punya makna politik cukup dalam.
Jokowi menyinggung pertemuan dan pelukan Surya Paloh dengan Sohibul Iman beberapa waktu lalu, saat memberi sambutan pada peringatan HUT ke-55 Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (6/11).
BACA JUGA: Jokowi Cemburu Melihat Surya Paloh Berangkulan Mesra dengan Sohibul Iman
"Sapaan Jokowi kepada Surya Paloh menurut hemat saya, tidak kelakar semata. Namun, sarat makna mendalam sebagai teguran kepada seorang sahabat, agar tetap konsisten sebagai bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi," ujar Emrus di Jakarta, Kamis (7/11).
Menurut Direktur Eksekutif EmrusCorner ini, Jokowi terkesan mengingatkan Surya Paloh agar tidak mendua hati. Jangan sampai di satu sisi berperan sebagai bagian dari koalisi pendukung pemerintah, sementara di sisi lain memainkan peran sebagai oposisi.
BACA JUGA: Surya Paloh dan Sohibul PKS Berpelukan Ala Teletubbies, Kesannya Ada Cinta Tertukar
Dalam sambutannya Jokowi menyebut Surya Paloh terlihat lebih cerah setelah bertemu Sohibul. Jokowi juga mengatakan rangkulan Surya dan Sohibul tidak seperti biasanya. Bahkan secara terus terang mengakui, tidak pernah dirangkul Surya seerat Surya merangkul Sohibul.
Menurut Emrus, pernyataan presiden itu menyiratkan bahwa Surya Paloh sudah lebih dekat dengan Sohibul Iman, orang nomor satu di PKS dibanding dengan Jokowi.
BACA JUGA: Sohibul Iman dan Surya Paloh Pelukan, Fahri Hamzah Singgung soal Rp 30 Miliar
"Artinya, Jokowi ingin menyampaikan, hanya saja tidak terucap, bahwa Surya Paloh sebagai ketua Umum Partai Nasdem merupakan bagian dari koalisi yang tiga kadernya ada di kabinet," katanya.
Dosen di Universitas Pelita Harapan ini menyarankan agar Surya Paloh segera memperbaiki relasi koalisi dan komitmen dengan pemerintahan Jokowi. Jangan sampai hubungan terganggu apalagi semakin jauh, sementara ada tiga kader Nasdem di kabinet.
"Tetapi bisa saja memang ada keinginan menjadi posisi checks and balances, di luar pemerintahan dengan menarik kadernya dari kabinet. Sebab, berada di luar pemerintahan sama mulianya dengan di dalam kekuasaan, sepanjang berbasis pada ideologi Pancasila, UUD 1945, dan NKRI," kata Emrus Sihombing.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang