jpnn.com - JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumulo mengingatkan bersikap netral saat negara dalam keadaan kritis, akan masuk neraka jahanam.
“Kita harus berani menentukan sikap,” tegas Tjahjo Kumolo dalam bukunya “Politik Hukum Pilkada Serentak” yang dilaunching di Kemendagri, Selasa (1/12).
BACA JUGA: Terus Bersafari demi Menangkan Calon Kada dari PDIP
Tjahjo menyaampaikan haal itu menyikapi kondisi demokrasi di Indonesia. Bahwa kenyataannya, sejak 1 Juni 2005 hingga Desember 2014, telah berlangsung 1.027 kali pilkada langsung. Artinya, setiap dua atau tiga hari Indonesia menyelenggarakan pilkada di Indonesia. Angka tersebut masih ditambah dengan kasus-kasus yang mengikuti seperti gugatan hukum oleh pihak yang kalah dan kerusuhan massa, akibat tuduhan kecurangan.
Menurutnya, data tersebut menunjukkan perhelatan pilkada secara sporadis selama ini belum sesuai harapan. Karena itu penyelenggaraan pilkada serentak menjadi sebuah kebutuhan.
BACA JUGA: DPD Minta Perbankan Bantu Modal Alumni Magang Jepang
“Bahkan keharusan dalam penguatan sistem otonomi daerah yang selama ini dijalankan. Pilkada yang mencapai ratusan setiap tahun dalam waktu yang berbeda di seluruh Indonesia, membuat seolah kesibukan pemerintah dan rakyat hanya mengurus pilkada," katanya.
Kalau waktu dan pikiran pemerintah terkuras habis untuk mengurus pilkada, maka waktu bekerja untuk rakyat terkesan sangat sedikit. Padahal, tugas utama pemerintah, menyelenggarakan pelayanan publik dan mengimplementasikan program-program pembangunan.
BACA JUGA: Pilkada Taliabu Terancam, Kok Bisa?
“Jadi kata kuncinya ialah partisipasi dan keterlibatan. Dalam konteks kebutuhan untuk pilkada serentak ini, harus dikembangkan lagi. Karena partisipasi dalam arti memilih saja belum cukup. Harus menjadi partisipasi aktif dalam seluruh rangkaian prosesnya. Termasuk melakukan pemantauan dari masa kampanye, masa tenang kampanye, hingga pascapemilihan,” ujarnya.
Mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini menegaskan, pilkada serentak akan menguji kebersamaan seluruh rakyat Indonesia sebagai bangsa. Apakah sanggup melakukan revolusi mental secara serentak. Karena revolusi mental merupakan sebuah keberanian mentransformasi segala bentuk perbedaan menjadi tekad untuk bersatu dan bergotong royong membangun masa depan sebagai negara yang berdaulat.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peredaran Uang Palsu Dikhawatirkan Melonjak jelang Hari Pencoblosan
Redaktur : Tim Redaksi