Pesan Penting Hamdi Muluk untuk Generasi Muda

Jumat, 03 November 2017 – 16:37 WIB
Hamdi Muluk. Foto: Ist for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk mengajak generasi muda menjaga keutuhan bangsa dan mengisi kemerdekaan dengan berbagai macam kegiatan positif.

“Anak-anak muda sekarang ini kan sudah menikmati kemerdekaan. Sebab, mereka dulu tidak terlibat langsung dalam masalah pembentukan negara ini. Anak-anak muda sekarang harus lebih concern kepada  keahliannya. Sehingga sekarang inilah bagi generasi muda kita harus mengisi kemerdekaan ini,” ujar Hamdi, Jumat (3/11).

BACA JUGA: Mendagri: Sumpah Pemuda Itu Bukan Sekadar Cerita Masa Lalu

Dia menambahkan, Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 merupakan salah satu cara untuk menciptakan kesadaran bahwa Indonesia itu ada.

“Karena pada zaman tersebut tantangannya seperti itu. Saat itu, masyarakatnya yang plural. Apalagi, Indonesia sendiri saat itu belum merdeka,” ujarnya.

BACA JUGA: Anies Baswedan Pastikan Puluhan PNS DKI akan Dapat Sanksi

Dirinya juga mengutip pernyataan Benedict Richard O'Gorman Anderson, peneliti kelahiran Kunming, Tiongkok, 26 Agustus 1936 yang meninggal di Batu, Jawa Timur, 13 Desember 2015.

Anderson beberapa kali melakukan penelitian tentang Indonesia. Dia juga menerbitkan buku berjudul Revolusi Pemuda 1944-1966.

BACA JUGA: Mahasiswa Harus Terdepan untuk Menjaga Pancasila

Hamdi mengatakan, Indonesia sebenarnya mempunyai bentuk yang konkret seperti ada tanah, ada kebudayaan yang banyak, ada orang Indonesia.

“Yang dimiliki Indonesia dulu itu adalah suku-suku. Geografisnya sebenarnya dulu itu, katanya Andeson, juga tidak ada. Yang ada tanah Jawa, tanah Batak, tanah Kalimantan, tanah Ambon dan tanah-tanah seterusnya termasuk suku budayanya,” ujar Hamdi

Karena dijajah oleh penjajah yang sama dan punya kesamaan nasib, pemuda-pemuda zaman dulu ingin menjadi satu.

“Jadi, bersumpahlah para pemuda-pemuda semua itu bagaimana mereka mempersatukan demi tanah yang satu menjadi tanah air Indonesia, menjadi bahasa yang satu yakni Bahasa Indonesia, dan menjadi bangsa yang satu bangsa Indonesia,” imbuhnya.

Koordinator Program Master dan Doktoral Fakultas Psikologi UI ini menjelaskan, para pendiri bangsa membangun bangsa sampai 1960-an.

“Nah, ketika sudah mulai masuk sekitar tahun 80-an, anak-anak ini sudah mulai menikmati pembangunan ini. Apalagi, tanahnya sudah jadi, Indonesianya sudah jadi. Itu yang harus dimanfaatkan generasi muda kita dengan sebaik mungkin,” ujarnya

 Namun, menurut dia, masalah kebangsaan yang sebenarnya lebih bermuara kepada manajemen.

“Seperti korpusi itu termasuk salah dalam manajemen di negara ini. Karena ada orang rakus malah dibiarin yang akhirnya menjadi budaya dari dulu sampai sekarang dan diikuti oleh yang muda-muda ini,” ujarnya

Selain itu, menurut, juga masih ada yang mengungkit-ungkit seperti masalah pribumi dan nonpribumi, penduduk lokal dan tidak lokal, gubernur muslim dan gubernur nonmuslim yang membuat masyarakat bangsa ini menjadi agak terpecah belah.

“Itu biasanya politikus atau orang-orang yang punya ideologi-ideologi yang tidak suka dengan Indonesia. Termasuk kaum-kaum radikal yang ingin mendirikan negara khilafah.dan segala macam.  Harusnya persoalan-persoalan bahwa kita ini plural, kita ini beda keagamaan, beda budaya dan sebagainya harusnya sudah selesai,” katanya.

Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi karena penyakit anak muda sekarang biasanya sangat mudah diiming-imingi oleh kelompok yang ingin mengganti ideologi bangsa.

“Kelompok tersebut menghasut dengan manajemen negara kita gagal karena adanya korupsi, banyak ketidakadilan dan sebagainya. Itu dijadikan alasan oleh kelompok kelompok tersebut untuk mendirikan negara khilafah. Sehingga sebagian anak muda kita begitu percaya dan berpikiran ‘negara ini nggak bener ya formatnya’. Itu yang terjadi dan harus diwaspadai,” kata Hamdi.

Dirinya membantah anggapan yang menyebutkan anak muda yang kreatif di Indonesia terbilang sedikit.

Sebab, pemuda-pemuda yang memiliki potensi besar ini banyak tertutup oleh pemberitaan media masalah politik, kelompok-kelompok radikal dan lainnya.

“Kalau kita melihat hasil survei, 80 persen khususnya anak muda kita ini sudah tidak masalah terhadap NKRI dan Pancasila. Mereka setuju dengan ideologi kita ini. Namun, 20 persen ini yang punya masalah karena mereka menganggap Pancasila ini sudah tidak relevan lagi. Ini yang perlu diwaspadai agar generasi muda yang 80 persen ini jangan terbawa arus itu (radikal),” ucapnya. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Biarkan Oknum Haus Kekuasaan Merusak Demokrasi


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler