JAKARTA - Perjalanan proyek pesawat perintis pertama Indonesia bernama N-219 dengan kapasitas penumpang 19 orang naik turun. Saat ini, proyek ini membutuhkan kucuran dana segar. Apalagi menjelang uji terowongan angin tahap power on akhir Juli mendatang. Meskipun begitu, target uji terbang masih dipatok pada 2014 nanti.
Proyek pesawat perintis ini digarap keroyokan oleh beberapa instansi. Diantaranya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), PT Dirgantara Indonesia (DI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan ITB (Institut Teknologi Bandung). Selain itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bertugas sebagai pesertifikasi kelayakan terbang.
Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan Rika Andiarti di Jakarta kemarin (5/6) menuturkan, pesawat ini masih terus mengalami perbaikan detail desain. Untuk perbaikan tersebut, bodi pesawat ini tahun lalu sudah menjalani uji terowongan angin (wind tunnel) fase power off di Laboratorium Aero Gasdinamika dan Getara (LAGG) milik BPPT. "Untuk uji terowongan angin power off itu alhamdulilah lulus," tutur perempuan yang juga ahli roket itu.
Rika menjelaskan, setelah tahun lalu N-219 lulus uji terowongan angin power off tahap berikutnya adalah menjalani uji terowongan angin power on. Rencananya, uji ini akan dijalankan akhir Juli mendatang. Uji terowongan angin sendiri adalah, suatu tahap ujian untuk melakukan pengujian aerodinamik sebuah model, umumnya pesawat terbang.
Setelah N-219 berhasil melalui dua tahap uji terowongan angin itu, Rika mengatakan tahapan berikutnya adalah perbaikan-perbaikan ulang detail desain. Ujian ini penting karena sebelum benar-benar uji terbang pesawat ini harus melakoni sekali ujian lagi yaitu uji struktur.
"Dalam ujian ini, diantaranya pesawat akan dihancurkan untuk mengetahui kekuatannya," tutur Rika. Tentu ketika pesawat dihancurkan dalam kondisi kosong. Nah, ketika dinyatakan lulus uji struktur ini, barulah seluruh tim yang terlibat akan membuat prototipe . Dan pengujian terakhir adalah uji terbang.
Rika mengatakan, target pembuatan protipe adalah 2013. Sedangkan untuk target uji terbang dilakukan pada 2014. Dia menuturkan, penyelesaian proyek pembuatan pesawat perintis pertama Indonesia ini membutuhkan biaya besar. "Untuk itu seluruh pihak yang terlibat sedang menunggu inpres," katanya.
Rika tidak bisa membeberkan berapa biaya untuk menyelesaikan pembuatan pesawat N-219 itu. Namun, di pihak PT DI sendiri sudah pernah melansir jika untuk membuat tiga prototype N-219 dibutuhkan biaya sekitar Rp 300 miliar.
Proyek pembuatan pesawat N-219 ini merupakan solusi untuk mengatasi wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau. "Pesawat ini memang khusus untuk mengatasi penerbangan perintis," katanya. Dia menyebutkan, diantara ciri khas pesawat perintis adalah penerbangan jarak pendek, tidak butuh landasan pacu yang panjang dan sangat mulus.
Dengan pesawat N-219 diharapkan bisa membangun konektivitas dan mobilisasi daerah-daerah terluar, terpencil, dan tertinggal. Terutama di kawasan Papua. Dimana perjalanan dari satu kabupaten ke kabupaten lain tidak bisa dijangkau dengan perjalanan mobil karena tersekat gunung.
Analisa dari Lapan, penerbangan perintis di Indonesia saat ini sudah digarap oleh maskapai nasional. Tetapi jumlahnya masih terbatas. Penerbangan perintis ini masih menjangkau sebagian kecil daerah-daerah tertinggal, terluar, dan terpencil. Sebab jumlah pesawat perintis yang terbatas dan sudah banyak yang sudah berumur bahkan tidak layak terbang.
Pihak Lapan pernah meneliti jika untuk menjangkau seratus persen daerah-daerah ini, dibutuhkan sedikitnya 97 unit pesawat perintis. Sementara yang tersedia saat ini masih jauh dari target tadi. Sehingga, keberadaan proyek pesawat N-219 ini diharapkan bisa menjawab persoalan tadi. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Galaksi Andromeda Bakal Tabrak Bimasakti
Redaktur : Tim Redaksi