jpnn.com - Kaum terpelajar tentu tahu teori Pythagoras. Dalilnya mengenai siku-siku, masih dipelajari hingga sekarang. Pythagoras bukan hanya ahli matematika. Dia filusuf yang melawan rezim tiran. Seabad sebelum Socrates.
WENRI WANHAR – JAWA POS NATIONAL NETWORK
Serupa Socrates, akhir kehidupan Pythagoras amat dramatis. Pada usia 80 tahun, sebagaimana dicatat sejarah, sang filusuf dibunuh sedemikian keji. Misterius. Tak terungkap. Sasusnya, dia dihabisi orang-orang suruhan penguasa Yunani.
Pemakaman jasadnya diiringi ratapan para pengikut setia.
Sepeninggal Pythagoras, padepokan filsafat itu tak lagi terurus. Tanpa figur sentral yang selama ini jadi panutan, Pythagorean—sebutan untuk pengikut ajaran Pythagoras--terbelah dua.
Pertama, yang menekankan praktek mental spiritual ketat dan bersifat mistis metafisis. Ini disebut akusmatikoi.
Kedua, yang menekankan pada penelitian-penelitian ilmu alam dengan metode ilmiah, disebut aliran mathematikoi.
“Mereka berpencar. Ke berbagai penjuru. Filsafat Pythagoras pun tak lagi hanya ilmu rahasia di dalam perguruannya saja,” tulis Suhening Sutardi, alumni Filsafat UGM dalam buku Pesona Filsafat Angka Pythagoras.
Padepokan Filsafat Pythagoras
Diperkirakan hidup pada masa 580-500 sebelum masehi, semasa mudanya Pythagoras berperawakan tinggi. Tampan. Dinamis. Memiliki kepribadian yang magnetis. Simpatik kepada banyak orang dan penuh pesona.
Pun demikian, dia baru menikah di usia 60-an. Dengan wanita muda belia yang menjadi pengikut ajarannya. Dan dikarunia 7 orang anak.
Sejak muda, Pythagoras terang-terangan tidak menyetujui cara-cara kotor dalam berpolitik. Tak cocok dengan rezim Polykrates, penguasa otoriter Yunani yang dijuluki tyrannos.
Dia pun pergi. Mengembara ke berbagai penjuru. Dan tidak pernah kembali lagi ke kampung halamannya di Samos, Yunani.
Bersama-sama para pengikutnya, Pythagoras memutuskan tinggal di Kroton, Italia Selatan. Di sini, ia membuka padepokan.
Menurut Suhening, padepokan filsafat Pythagoras dijuluki juga perguruan ilmu-ilmu rahasia.
Karena memang, Pythagoras menekankan hanya para murid sajalah yang boleh mengetahui ajarannya.
Orang-orang di luar perguruannya, kecuali mereka yang resmi bergabung dan tinggal bersama di padepokan, tidak boleh diberi tahu.
“Pernah seorang murid bernama Hippasos dikenai sanksi berat akibat kebandelannya. Pythagoras telah beberapa kali mengingatkan agar Hippasos tidak sembarangan membicarakan ilmu rahasia kepada orang-orang di luar yang belum tentu sependapat,” papar Suhening.
Namun, Hippasos tidak mengindahkan. Malah membangkang. Dan mengolok-olok saat berada di luar padepokan.
“Menurut tata tertib yang berlaku, murid semacam Hippasos itu sudah termasuk berkhianat karena membocorkan ilmu rahasia pada orang yang tida berhak,” tulisnya.
Dia dipecat. Dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya, kapal yang ditumpanginya oleng diterjang badai. Hippasos terlempar dan mati.
Legenda pun menyertai kisah hidup Pythagoras. Ia digadang-gadang punya mukjizat mengetahui siapa dirinya di kehidupan sebelumnya. Dan yang paling masyhur, diyakini sebagai anak Dewa Apollo.
Suhening mengisahkan, lazimnya para filusuf pada zaman Yunani klasik, yang tidak meninggalkan kitab tertulis, begitulah Pyhthagoras, bahkan hingga masa Socrates (469-399 SM). Barulah pada masa Plato (427-347 SM) dan dilanjutkan masa Aristoteles (384-322 SM) para filusuf menuliskan pemikirannya.
Merujuk kesaksian Iamblikhos dan Diogenes (412-323 SM), perkumpulan Pythagoras bukanlah merupakan gerakan politik sebagai ditudingkan oleh pihak-pihak yang tidak menyukai mazhab Pythagorean.
“Mereka murni melakukan aktivitas filsafat praktis disertai ritual spiritual tertentu dan penyelidikan-penyelidikan bidang matematika, astronomi maupun ilmu alam pada umumnya.”
Di masa kejayaannya, dia dimusuhi preman politik pimpinan Cylon.
Pythagoras dan pengikutnya menolak kerjasama politik untuk menguasai Kroton.
Dua puluh tahun di Kroton, karena sering disatroni pihak-pihak yang tidak menyukainya, bahkan kemudian muncul penggalangan aksi mengusir Pythagoras, mereka pindah ke Metapontion, masih kawasan Italia. Di sinilah padepokan filsafat Pythagoras bertahan hingga akhir.
Satu di antara budaya di padepokan itu hidup vegetarian. Mereka meyakini, memakan daging sama artinya menjadikan tubuh sebagai kuburan binatang itu.
Sebetulnya bukan hanya Pythagoras, sejumlah literatur sejarah juga mencatat, filusuf Yunani seperti Socrates dan Plato juga penganjur vegetarian. Kabarnya, ini juga dianut oleh Charles Darwin, Albert Einstein, Leo Tolstoy dan sejumlah ilmuwan lainnya.
Warisan Pythagoras
“Ilmu pengetahuan modern memiliki jejak yang panjang berdasar matematika Pythagoras,” tandas Suhening.
Ahli matematika legendaris dari Yunani, Eukleides (300 SM) dalam buku Elementa terang-terangan mengakui separuh dari ilmunya berasal dari ajaran Pythagoras.
Meski yang paling terkenal teori siku-siku. Bahwa kuadrat dari dua sisi suatu segitiga siku-siku sama dengan kuadrat dari sisi ketiga, yang hingga kini masih dipelajari di sekolah-sekolah dunia, termasuk Indonesia.
Ilmu lain dari warisan padepokan filsafat Pythagoras yang akrab dengan keseharian manusia adalah penemuan nada-nada musik, yang hakekatnya terdapat dalam angka-angka.
“Sifat angka-angka mustahil mengandung ketidakbenaran. Padepokan Pythagoras benar telah ditelan bumi, namun ajaran filsafat angkanya tidak pernah mati. Tetap mempesona dan penuh keajaiban,” demikian kesimpulan Suhening. (wow/jpnn)
BACA JUGA: Inilah Organisasi Pertama yang Diikuti Bung Karno
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waktu Kecil, Ani Yudhoyono Jagoan Lho...
Redaktur & Reporter : Wenri