jpnn.com, WINA - Satu lagi pemimpin muda nan menawan muncul di Benua Biru. Setelah Prancis melantik presiden termudanya, Presiden Emmanuel Macron, kini giliran Austria dengan Sebastian Kurz.
Dalam waktu dekat, pria 31 tahun itu bakal meninggalkan kursi menteri luar negeri dan menjadi kanselir, menggantikan Christian Kern. Dia bakal menjadi kanselir termuda Austria dan Eropa, bahkan dunia.
BACA JUGA: Politikus Anti-Islam Sukses Bikin Austria Larang Burqa
’’Telah tiba waktunya untuk menerapkan politik gaya baru. Saya bersedia menerima segenap tanggung jawab tersebut dengan segala kerendahan hati,’’ kata Kurz di hadapan para pendukungnya sesaat setelah partainya unggul dalam perolehan suara sementara.
Minggu sore (15/10), Partai Rakyat Austria alias Ousterreichische Volkspartei (OVP) yang Kurz pimpin memperoleh 31,4 persen suara. Hasil resmi perolehan suara pemilu diumumkan lusa (19/10).
BACA JUGA: Kecantol Bule, Aktris Seksi Ini Segera Diboyong ke Austria
Karier Kurz di bidang politik yang baru dia geluti secara serius sekitar delapan tahun terakhir sungguh moncer. Lelaki kelahiran 27 Agustus itu kali pertama mengenal politik di kampus sebagai mahasiswa hukum.
Dia lantas menjadi ketua gerakan kepemudaan OVP pada 2009. Pada 2011, dia memutuskan berhenti kuliah dan berfokus pada karir politiknya.
Tampan dan kaya wawasan, Kurz pun segera memikat hati para petinggi partai. Saat dia meninggalkan pendidikan formalnya di University of Vienna, karirnya terbuka lebar di OVP.
Dia lantas menjadi pejabat penting di Kementerian Dalam Negeri yang mengurusi imigrasi. Sekitar dua tahun kemudian, pemerintah koalisi OVP dan Partai Sosial Demokratik mendapuknya sebagai menteri luar negeri.
Kurz menjabat menteri luar negeri ketika berusia 27 tahun. Dia menjadi diplomat top paling muda di segala penjuru Eropa.
Sebagai menteri luar negeri, kiprah politikus lajang itu langsung mendunia dalam waktu singkat. Apalagi, ketika itu, Austria terlibat dalam perundingan penting terkait nuklir Iran. Tepatnya, menjadi tuan rumah pertemuan yang disorot dunia tersebut.
Aktif berinteraksi dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry tak membuat penduduk Austria kepincut pada kekasih Susanne Thier tersebut.
Austria baru jatuh cinta pada Kurz setelah kebijakan imigrasi yang dia terapkan pada 2015. Paham bahwa arus kedatangan pengungsi dan pencari suaka yang kian deras membuat rakyat waswas, Kurz menawarkan jaminan keamanan.
”Menteri Kurz memperketat aturan di perbatasan dan mengawasi gerakan politik Islam dengan lebih ketat. Terutama yang mendapatkan suntikan dana dari luar negeri,” tulis Associated Press kemarin (16/10).
Kebijakan yang dilabeli media sebagai Austria First karena mirip kebijakan Presiden AS Donald Trump, America First, itu membuat Kurz sukses merebut hati rakyat Austria. OVP menggunakan slogan tersebut untuk mendulang suara.
Per 1 Juli lalu, OVP mendaulat Kurz sebagai ketua. Strategi itu pulalah yang sukses mengantarkan OVP ke kursi pemenang pada pemilu Minggu. Dari posisi ketiga, OVP kini berada di peringkat pertama.
Semua itu berkat citra positif Kurz sebagai pemimpin muda yang pro-rakyat Austria. Dia juga memahami rakyat yang butuh diprioritaskan di tengah banjir pengungsi dan pencari suaka di Austria.
Dalam jumpa pers pertama setelah pengumuman hasil perolehan suara yang dimenangkan OVP, Kurz langsung diserbu para pendukung dan penggemarnya. Mereka berebut menjabat tangan Kurz dan berfoto bersama.
Selama sekitar dua jam, acara partai itu berubah menjadi acara jumpa fans. Kurz dengan dress code favoritnya, kemeja tanpa dasi dan celana formal, selalu menjadi magnet di mana pun berada.
Namun, sebesar apa pun pesona Kurz, baik secara politik maupun fisik, dia tidak akan bisa membentuk pemerintahan sendiri. Sebab, kendati menang, OVP tidak mencapai suara mayoritas.
OVP membutuhkan sekutu untuk membentuk pemerintahan koalisi. Bagi Kurz, menentukan sekutu politik tidak mudah. Sebab, mitra koalisi OVP bisa saja menjadi jebakan bagi pemimpin milenial pertama Eropa itu.
Hasil perolehan suara sementara Minggu menempatkan Partai Kebebasan (Freedom Party atau Freiheitliche Partei Ousterreichs alias FPO) pada peringkat kedua dengan dukungan 27,4 persen.
Sementara itu, Partai Sosial Demokratik yang kini menguasai pemerintahan bersama OVP berada di posisi ketiga dengan 26,7 persen suara.
”Jika Kurz memilih berkoalisi dengan FPO, semuanya akan berubah.” Demikian prediksi The Local dalam editorialnya kemarin.
Pesona Kurz diramalkan langsung lenyap jika OVP berkoalisi dengan FPO yang menganut ideologi sayap kanan ekstrem. Citra Austria sebagai negara netral pun akan luntur karena kombinasi kebijakan OVP dan FPO yang sama-sama tak berpihak pada imigran. (AP/Reuters/theindependent/hep/c6/any)
Redaktur & Reporter : Adil