jpnn.com, HARARE - Nyaris tidak ada toko yang buka di Harare kemarin, Kamis (2/8). Ruas-ruas jalan utama ibu kota Zimbabwe itu juga sepi. Warga memilih tidak berkeliaran di jalan.
Mereka tidak mau jadi bulan-bulanan aparat. Sejak hasil pemilu diumumkan Rabu (1/8), kerusuhan pecah di kota berpenduduk 1,6 juta jiwa tersebut. Tiga nyawa melayang.
BACA JUGA: Tokoh Oposisi Bakal Berkumpul Bahas Referendum Jokowinomics
"Sekarang pemerintah menampakkan wajah aslinya," kata Farai Dzengera seperti dikutip Reuters.
Meski tidak ada lagi Robert Mugabe dalam pemerintahan yang baru. Represi terhadap warga sipil ala rezim Mugabe tetap terjadi. Tentara berkeliaran di jalanan dan seenaknya menggeledah warga dengan alasan keamanan.
BACA JUGA: Pemilu Zimbabwe: Buaya Intimidasi Pemilih di Desa
"Selama ini kami pikir mereka ini penyelamat kami. Tapi, ternyata sama saja," ujar Dzengera.
Dia mengaku kecewa pada pemerintahan yang sekarang. Tepatnya, pemerintahan Presiden Emmerson Mngangagwa dan Partai Zanu-PF. Sayangnya, partai itu kembali memenangkan pemilu dengan perolehan suara signifikan.
BACA JUGA: Pemilu Zimbabwe: Mugabe Minta Rakyat Tak Pilih Si Buaya
Sejak Rabu, menurut Dzengera, Harare berubah menjadi medan perang. Beberapa tank mendominasi ruas jalan ibu kota. Tentara-tentara dengan senjata api dan senjata tajam berpatroli di jalanan. Bahkan, mereka tidak segan melepaskan tembakan ke arah warga yang dianggap melawan atau terlihat mencurigakan.
Kemarin pemerintah juga mengerahkan polisi ke markas partai oposisi. Kantor United Movement for Democratic Change alias MDC disegel. Di depannya, pasukan keamanan gabungan berjaga. Mereka menghalau siapa pun yang mendekati markas MDC.
Langkah-langkah pengamanan itu membuat Zimbabwe panen kritik. Lembaga-lembaga HAM di dalam dan luar Zimbabwe mengecam. Mereka menyebut tindakan pemerintah itu ilegal. Sebab, penduduk sipil punya hak untuk menyuarakan aspirasinya.
AS, Inggris, Ghana, dan Tiongkok prihatin menyaksikan kondisi Zimbabwe setelah pemilu. Uni Eropa (UE) juga demikian.
"Kami harap semua pihak bisa tetap tenang dan menahan diri." Demikian bunyi pernyataan tertulis Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Federica Mogherini seperti dilansir Washington Post.
Hasil pemilu yang berpihak pada pemerintah memang membuat oposisi berang. Apalagi sejak awal, oposisi memimpin perolehan suara. Tapi, itu berdasar penghitungan mandiri MDC.
Akibatnya, saat hasil resmi dibacakan dan MDC kalah, oposisi mengamuk. Mereka yakin partai pemerintah curang. Karena itulah, mereka berunjuk rasa.
Menteri Dalam Negeri Zimbabwe Obert Mpofu langsung mengambil tindakan tegas. Dia menegaskan bahwa pemerintah tak akan menoleransi unjuk rasa. Militer dan polisi akan tetap berjaga sampai situasi kembali pulih.
Berbeda dengan Mpofu, Presiden Emmerson Mnangagwa justru tenang-tenang saja. Politikus berjuluk Si Buaya itu menyatakan belasungkawa untuk keluarga tiga korban yang meninggal dunia dalam bentrokan tersebut.
Pemimpin partai penguasa Zanu-PF itu berjanji untuk mengusut kasus tersebut dan memastikan mereka yang bersalah mendapat ganjaran.
Mnangagwa juga meminta pemimpin MDC Nelson Chamisa untuk membantu mengurangi ketegangan. Tapi, Chamisa bungkam. (sha/c6/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hanya Nyinyir, Oposisi di Indonesia Tak Berprestasi
Redaktur & Reporter : Adil