Hanya Nyinyir, Oposisi di Indonesia Tak Berprestasi

Minggu, 20 Mei 2018 – 14:10 WIB
Pengamat Politik, Adi Prayitno. Foto: Dok.UIN Jakarta

jpnn.com, JAKARTA - Hasil pemilu di Malaysia diyakini tak signifikan memengaruhi peta politik di Indonesia jelang Pemilu serentak 2019. Pasalnya, ada beberapa perbedaan yang nyata antara kondisi perpolitikan di Indonesia dengan Malaysia.

"Pertama yang harus dilihat, hal yang membawa kemenangan Mahathir Muhammad itu karena dia merupakan politikus ulung. Kemudian, kelompok oposisi-nya juga sangat kredibel,” ujar pengamat politik Adi Prayitno kepada JPNN, Minggu (20/5).

BACA JUGA: Fadli Zon Diminta Bijak Dalam Mengkritik Pemerintah

Pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta ini membandingkan  tokoh oposisi di Indonesia dan Malaysia. Oposisi di Indonesia terkesan tidak memiliki prestasi selain nyinyir pada pemerintah.

“Kemudian soal isu yang diangkat, di Indonesia cenderung hanya mendaur ulang isu-isu lama dan itu saya nilai kontra-produktif. Misalnya, terkait isu SARA dan HAM, saya kira ini membuat ceruk pemilihnya itu-itu saja," ucap Adi.

BACA JUGA: Apa Sih Solusi dari Kelompok Oposisi demi Perangi Terorisme?

Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute ini menyarankan, oposisi di Indonesia harus lebih kreatif membangun kepercayaan publik jika ingin mendulang kesuksesan oposisi di Malaysia.

"Misalnya, tidak lagi main isu SARA dan HAM. Harus melihat secara jernih kondisi yang ada. Ingat, incumbent di Malaysia itu kalah karena akumulasi persoalan yang sudah sangat lama," katanya.

BACA JUGA: Fadli Zon: Pemerintah Gagal Menjaga Martabat Rupiah

Adi kemudian menyebut tiga syarat utama jika oposisi di Indonesia menjadikan hasil pemilu di Malaysia sebagai acuan untuk memenangi Pilpres 2019 mendatang.

"Oposisi harus kredibel, tokoh dan elitenya harus punya prestasi yang layak dibanggakan. Kemudian, sepertinya membutuhkan waktu lama atau sekitar 60 tahun untuk menggulingkan kekuasaan yang ada. Lho iya dong, mereka (oposisi di Malaysia) kan mmbutuhkan waktu 60 tahun. Jadi mungkin Indonesia butuh sekitar 30-40 tahun lagi. Agak berat memang," pungkas Adi.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Tidak Akan Kalah Melawan Hoaks


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler