Mahyudin, Ketua Tim 9, perwakilan petani PIR Trans, PT. RSTM (Riau Sakti Trans Mandiri) dan PT GHS (Guntung Hasrat Makmur) I dan II, di Jakarta, Jumat (23/11) menjelaskan, SK Menhutbun nomor 628 tahun 1998 itu sudah tidak relevan lagi dengan kondisi yang dialami petani kelapa di Inhil. Karena harga beli kelapa oleh perusahaan kepada petani sangat rendah dan tidak sesuai dengan produk yang dihasilkan perusahaan.
“Kami sudah melaporkan persoalan ini kepada Kementrian Pertanian, dan salah satu poin tuntutan, kami meminta SK Menhutbun nomor 628 tahun 1998 itu segera direvisi. Persoalan utamanya, SK itu hanya memuat tiga turunan kelapa, sementara produk yang dihasilkan perusahaan 6 produk,” jelas Mahyudin.
Dia menambahkan, dalam laporan yang disampaikan kepada Kemtan, ada sejumlah tuntutan lain yang disampaikan petani, terkait persoalan laion yang terjadi di PT RSTM dan HGS, selaku mitra petani PIR Trans kelapa hibryda di Kabupaten Inhil. Dimana persoalan itu juga berdampak kepada kesejahteraan petani.
Diberitakan sebelumnya, monopoli perusahaan dalam menentukan harga kelapa hibryda milik petani pekebunan inti rakyat (PIR) Trans PT. RSTM dan PT GHS I dan II, di Kabupaten Inhil, Riau membuat petani yang berada di daerah dengan perkebunan kelapa terluas di Asia itu menjerit, karena mereka kesulitan melunasi kredit dan biaya perawatan kebun.
Selama ini kelapa produksi PIR Trans dibeli dengan harga rendah sesuai peraturan yang dibuat sendiri oleh PT RSUP Riau Sakti United Plantation (Industri), anak perusahaan PT Sambu Group. Harga terbaru, untuk kelapa kelas Kina (ukuran besar) dengan diameter 12,5 mm ke atas hanya dihargai Rp850/butir. Kelapa kelas A diameter 9,5 sampai 12,5 seharga Rp550/butir. Sedangkan kelapa kelas B (kulitas rendah) harganya Rp125/butir.
Rendahnya harga jual kelapa petani dari perkebunan kelapa hibryda pertama di Indonesia itu, disebabkan perusahaan menggunakan rumusan sendiri dengan menghitung tiga dari 6 turunan produk kelapa yang diolah perusahaan. Yakni kelapa parut kering (DC), minyak kelapa (DCO) dan bungkil kelapa. Sedangkan yang diolah oleh PT Sambu dari satu butir kelapa, menjadi 6 produk, yaitu DC, CNO, bungkil, santan, arang, dan air.
Berdasarkan SK Menhutbun nomor 628 tahun 1998, tentang rumusan harga kelapa, hanya memuat tiga turunan, yakni DC, CNO dan Bungkil. Namun kondisinya berbeda karena perusahaan bisa memproduksi 6 produk. Sehingga petani dirugikan selama bertahun-tahun. Karena itu, petani PIR Trans di Inhil mendesak Kemtan merevisi SK/628/1998 itu dengan menambahkan tiga komponen lagi dalam penentuan rumusan harga kelapa, yakni, Santan, Arang, dan Air.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penerimaan Migas Kurang Rp 78 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi