Petani Milenial Sangat Menentukan Keberhasilan Pembangunan Pertanian

Kamis, 01 April 2021 – 04:41 WIB
Kepala BPPSDMP Kementan Dedi Nursyamsi (dua dari kiri). Foto: Kementan.

jpnn.com, KUPANG - Kehadiran petani milenial memiliki peran penting dan menentukan keberhasilan pembangunan sektor pertanian.

Oleh karena itu, Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatkan kapasitas petani milenial.

BACA JUGA: Sebelum Magang ke Jepang, Pemuda Tani dapat Pembekalan Langsung dari Mentan SYL

Salah satu caranya adalah melalui program magang ke Jepang.

Program ini juga diikuti petani asal Nusa Tenggara Timur (NTT).

BACA JUGA: Kementerian Pertanian Seleksi Calon Peserta Magang ke Jepang melalui Program SSW

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mengatakan program magang ke Jepang ini merupakan bentuk mempersiapkan petani milenial sebagai bagian dari regenerasi.

"Masa depan pertanian ada di tangan petani milenial. Oleh sebab itu, Kementan terus menyiapkan petani-petani muda yang andal, salah satu dengan program magang ke Jepang," katanya. 

BACA JUGA: BPPSDMP Sebut Kebangkitan Pertanian dimulai dari Petani dan Penyuluh

Para pemuda tani yang mengikuti program magang ke Jepang, akan menjalani pelatihan terlebih dahulu selama 75 hari di Balai Besar Pelatihan Pertanian Peternakan (BBPP) Kupang, yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) Kementan.

Peserta berasal dari berbagai kabupaten yang ada di NTT antara lain, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Flores Timur,  Kabupaten Rote, Kabupaten Kupang, dan lainnya.

Mereka akan mengikuti pelatihan dengan segala aktivitas pertanian dan peternakan. Para peserta juga akan belajar budaya dan bahasa Jepang.

Pembukaan pelatihan magang tani 2021 di BBPP Kupang dihadiri Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan Dedi Nursyamsi.

Turut hadir mendampingi Dedi yakni Kepala Balai BBPP Kupang Bambang Haryanto, Kapusluh Kementan Lely Nuryati, dan Kepala BPP Lampung Rony AK.

Dedi Nursyamsi dalam sambutannya menyampaikan bahwa pengungkit utama dan pertama suatu bangsa adalah SDM-nya.

"Percuma kita mempunyai senjata yang canggih, percuma kita mempunyai amunisi yang mampu menghancurkan musuh, tetapi penembak jitunya tidak ada. Artinya, di dunia pertanian juga yang paling penting bukan alat-alat mesinnya, melainkan SDM-nya atau petani, praktisi pertanian atau petani milenialnya yang bergerak disektor pertanian," kata Dedi.

"Hal ini yang paling penting dalam produktivitas pertanian," tambahnya.

Dedi menjelaskan di negara yang pertaniannya mengalami kemajuan, para petani milenial juga maju.

Sebab, merekalah yang sesungguhnya berdiri di bagian paling depan, dan mengoperasikan semua alat-alat pertanian, serta lainnya.

"Artinya, kata kunci untuk keberhasilan  pembangunan di sektor pertanian ada di genggaman petani milenial," ungkap Dedi.

Oleh karena itu, kata Dedi, lima atau sepuluh tahun yang akan datang itu semuanya tergantung dari petani milenial.

"Kalau kalian semua hebat dan semangat, serta disiplin dan kerja keras, pasti pembangunan pertanian kita sukses dan maju," kata Dedi kepada para peserta pelatihan.

Dedi menambahkan, petani milenial adalah harapan bangsa dan negara. 


Oleh karena itu, kata dia, para petani milenial dari sekarang ini harus dididik, digenjot mental, serta ilmu dan pengetahuan mereka.

"Ini supaya mereka menjadi petani yang terampil, tangguh, dan profesional," sambungnya.

Menurut dia, program magang ke Jepang dilakukan untuk mendukung lahirnya petani-petani milenial yang tangguh di seluruh pelosok tanah air, termasuk di NTT.

Dedi berharap seluruh peserta yang dilatih dan dipersiapkan untuk magang itu bisa lulus hingga tahapan selanjutnya yaitu tes bahasa Jepang dan teknologi pertanian.

"Saya berharap mereka mampu menyerap ilmu serta pengalaman sebanyak-banyaknya di Jepang, agar kembali ke Indonesia atau NTT  dipraktikkan semuanya," paparnya.

Kepala BBPP Kupang Bambang Haryanto mengaku para peserta petani milenial ini pantas untuk magang ke Jepang.

"Mereka atau 30 peserta ini kami saring dari 164 peserta di NTT melalui persaingan dengan proses tes yang cukup ketat," katanya. 

Bambang optimistis 30 peserta ini lulus ke Jepang. Selama pelatihan ini, para peserta tidak hanya dibina dalam hal materi, melainkan praktik.

Para peserta harus disiplin dalam hidup, bisa menanam sekaligus memanen.

"Proses istirahat malam juga ditertibkan, hingga pagi hari memulai aktivitas di lapangan maupun di dalam ruangan," pungkasnya. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler