jpnn.com, JAKARTA - Petani kelapa sawit di Indonesia ternyata masih banyak yang belum sejahtera. Padahal, harga tandan buah segar (TBS) sawit mengalami kenaikan di pasar global.
Jeratan masalah klasik, seperti rantai pasok dan penetapan harga, hingga kini belum terpecahkan. Benang merah tersebut mengemuka dalam diskusi webinar bertema 'Sawit Untung Petani Buntung' di Jakarta baru-baru ini.
BACA JUGA: Dukung PEN, PTPN V Tingkatkan Produksi Sawit
Salah satu anggota Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Rokan Hulu bernama Yusro Fadly mengatakan, beberapa petani di wilayahnya masih banyak mendapati problematik di lapangan.
"Permasalahan petani sawit di Rokan Hulu, masalahnya klasik, kesejahteraan petani. Yakni, rantai pasok yang panjang, mengakibatkan harga turun drastis. Perlu penetapan harga yang tegas," ujar Yusro.
BACA JUGA: Tekan Covid-19, Dirjen Perbendaharaan Luncurkan Hand Sanitizer dan Hand Soap Berbahan Utama Sawit
Masalah selanjutnya adalah legalitas lahan. Yusro menyatakan, di wilayahnya terdapat sejumlah petani yang memegang sertifikat, tetapi lahannya justru diklaim berada dalam kawasan.
"Ada yang diklaim di kawasan lindung, konservasi dan lain-lain," kata Yusro.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Gatot Bikin Ribut soal PKI, Ganjar Marah Besar, BIN Angkat Suara
Selain itu, dia juga menyoroti persoalan lahan plasma. Perkebunan yang dibagikan ke petani pada pola tersebut, kata Yusro, ternyata juga berada di dalam kawasan.
Keluhan yang sama juga disampaikan oleh Kanisius Tereng, petani sawit dari Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur. Kanisius juga menekankan permasalahan lahan kebun sawit.
"Masih banyak lahan yang perlu dioptimalkan untuk petani swadaya. Luas lahan yg dimiliki petani tidak mencerminkan perbaikan petani," kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR dari F-PKB, Daniel Johan yang juga ikut dalam webinar itu berkomitmen untuk melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani rakyat kelapa sawit. Salah satunya, menajamkan skema hilirisasi untuk menguatkan posisi tawar petani.
Selama webinar berlangsung, Daniel mendengar beragam keluhan dari petani sawit. Dari deretan keluhan itu, dia mengerucutkan menjadi tiga hal. Yakni keluhan soal harga komoditas sawit, legalitas lahan, dan pembangunan infrastruktur.
Soal harga, kata dia, memiliki kaitan langsung dengan rantai pasok. Terkait hal ini, DPR akan mendorong panitia kerja (panja) sawit untuk mempertanyakan pengelolaan dana sawit dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"DPR mendorong petani rakyat masuk rantai pasok biodiesel," kata Daniel.
Kemudian tentang legalitas lahan, menurut Daniel, pihaknya akan mendorong Panja Kehutanan, terutama terkait RUU Kehutanan. Di dalam RUU ini juga disinggung juga disinggu soal lahan sawit.
"Kami ingin legalitas lahan diselesaikan bagi petani kelapa sawit. Mudah-mudahan penuntasan legalitas lahan menjadi warisan keberhasilan DPR periode ini," ujar dia.
Sementara itu, soal infrastruktur, Daniel mengaku sedang memikirkan metoda yang pas untuk meggulirkan skema hilirisasi sawit. Yang sudah terpikirkan, menurut dia, adalah mendorong BUMDes untuk penguatan petani.
"Dana desa lebih memungkinkan dijadikan BUMDes, terutama di desa yang petani sawit mayoritas. Ini lebih mudah dilakukan, lebih visiable," pungkasnya. (cuy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan