Petani Tolak Harga Murah dari Perum Bulog

Jumat, 25 Agustus 2017 – 09:23 WIB
SIDAK: Ketua Komisi VI DPR RI, Bowo Sidik Pangarso, didampingi Kepala Perum Bulog Divre NTB, H. Achmad Ma’mun mendatangi Gudang Bulog untuk penyimpanan gula pasir, bawang putih dan beras Raskin,Selasa (13/6). Ilustrasi : Lukmanul/Radar Lombok

jpnn.com, CIREBON - Petani yang tergabung di DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (Aptri) Jawa Barat (Jabar) versi DPN tidak kenal lelah memperjuangkan nasib mereka.

Kemarin (24/8) mereka menutup akses ke Pabrik Gula (PG) Sindanglaut, Cirebon.

BACA JUGA: PPN dan Gula Rafinasi Klir, Seknas Jokowi Imbau Petani Batalkan Demonstrasi

Ini sebagai bentuk protes atas kisruh persoalan gula yang tak kunjung selesai.

Para petani dihadapkan pada pilihan sulit yang jika diambil sama-sama membawa efek buruk untuk mereka.

BACA JUGA: Harga Lelang Gula Rendah, APTRI Usul Kenaikan HPP dan HET

Salah satunya adalah wacana pemerintah membeli gula petani melalui Perum Bulog dengan harga Rp 9.700 per kg yang dinilai terlalu murah dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan mayoritas petani.

"Kami tolak harga yang diberikan Bulog. Petani tidak akan menjual gula kepada Bulog dengan harga sedemikian murah. Pemerintah seharusnya bisa lebih bijak. Harga murah sama saja pemerintah mau bunuh petani," cetus koordinator aksi Mae Azhar yang juga wakil ketua DPD Aptri Jabar.

BACA JUGA: APTRI Minta Menteri Perdagangan Evaluasi HET Gula Tani

Azhar mengungkapkan, banyak kejanggalan dalam musim giling tahun ini. Antara lain isu penutupan pabrik, gula petani yang tidak laku, persoalan PPN, hingga terakhir penyegelan gula yang susul-menyusul seperti tak habis-habis.

"Tahun ini bisa dibilang petani lagi benar-benar diuji. Persoalan yang dihadapi gak selesai-selesai. Cerna saja sendiri, apa yang dihadapi para petani saat ini seperti terencana. Lihat saja rangkaiannya, sambung-menyambung. Kami para petani akan bersatu menghadapi ini. Tidak ada kata lain, kami akan ke istana menyampaikan persoalan yang dihadapi petani. Ini harus kami lawan," tandasnya.

Dalam aksi tersebut, para petani tidak hanya menyampaikan aspirasi.

Sebagai wujud perlawanan kepada pemerintah, mereka juga membagi-bagikan gula milik petani kepada masyarakat yang lewat untuk memastikan gula yang diproduksi pabrik gula tersebut aman untuk dikonsumsi.

"Lihat ini, kami makan gula. Kami seduh dengan air. Tidak ada yang mati. Tidak ada yang sakit. Gula kami layak. Gula kami tidak beracun. Penyegelan yang dilakukan pemerintah adalah wujud kesewenang-wenangan, tanpa dasar dan tidak manusiawi. Lihat keluarga kami di rumah yang kelimpungan gara-gara gula yang tidak laku dan ditambah kini disegel pemerintah," paparnya.

Sementara itu, Didi Junaedi, salah seorang peserta aksi, meminta tim satgas pangan turun ke daerah-daerah dan menyelidiki gula-gula yang beredar saat ini di pasaran karena diduga merupakan gula rafinasi yang bocor di lapangan.

"Ini yang paling penting. Ini juga yang mau saya tanyakan. Sekarang gula kami tidak laku, lalu yang ada di pasaran itu gula siapa? Bukankah rafinasi tidak boleh untuk dikonsumsi langsung, tapi hanya untuk industri? Kami minta tim satgas pangan turun dan membantu petani di tengah kondisi ketidakpastian ini," tegasnya. (dri/c9/ami/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... APTRI Sebut Harga Gula Rp 12.500 per Kilogram Bikin Miskin Petani Tebu


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler