Peternak Tak Gubris Flu Burung

Senin, 17 Desember 2012 – 08:35 WIB
BULAKAMBA - Maraknya isu flu burung yang menjangkiti itik lokal (bebek) di Kabupaten Brebes dan berbagai daerah lain, ternyata tidak membuat para peternak trauma. Mereka tetap melanjutkan aktivitas budidayanya itu di tengah banyaknya itik yang mati mendadak.

"Saya tidak kapok karena ini sudah jadi pekerjaan, kalau berlayar takut gelombang berarti siap tidak makan," ujar Rosidin (52), peternak asal Desa Pakijangan, Kecamatan Bulakamba.

Sebelumnya, peternak yang tergabung dalam KTTI Adem Ayem itu dikagetkan dengan kematian ratusan bebek secara mendadak. Rosidin meyakini, kematian massal bebek saat ini bukanlah flu burung seperti yang diberitakan, namun akibat cuaca alam yang ekstrim.

 Apalagi, selama ini belum ada sejarah bebek mati terkena flu burung. Makanya, Rosidin tak menggubris dan terus menambah populasinya sebanyak 1400 meri (anak itik) di kandangnya.

"Kalau benar flu burung mestinya tidak ada di mana-mana. Tapi feeling saya ini karena cuaca kemarau penjang, sehingga pas hujan datang mulai menguap. Kalau sudah teduh juga akan normal lagi," ujar dia yang mengaku sudah beternak iti selama 40 tahunan itu.

Ketua KTTI Adem Ayem Pakijangan, Atmo Suwito Rasban SE menjelaskan, sejauh ini kabar kematian mendadak pada bebek akibat flu burung belum mempengaruhi aktivitas peternak di wilayahnya. Para peternak masih berkeyakinan kematian bebek adalah hal yang wajar karena penyakit cuaca. "Anggota kami sendiri ada 65-an peternak, walau sudah ada yang mati 600 ekor tapi mereka tidak terpengaruh dan tetap meneruskan aktivitasnya," jelasnya.

Sementara Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Kabupaten Brebes drh Jhoni Murahman mengatakan, saat ini kematian itik kembali terjadi. Bahkan jumlah total kematian itik di Kabupaten Brebes telah mencapai 11.600 ekor. Itik yang mati itu milik para pernak yang ada di seluruh Kabupaten Brebe.

"Kalau diperinci di Desa Limbangan 11 peternak, Pakijangan 4 peternak, Tanjung 2 peternak, Bumiayu 4 peternak, Kecipir 2 peternak dan Wanasari 2 peternak," terangnya.

Akibat kematian itik itu kerugian keseluruhan ditaksir mencapai Rp 600 juta. Meski demikian, pihaknya memastikan kalau tidak ada bantuan recovery dari pemerintah atas kejadian ini.

"Pemerintah tidak memiliki anggaran untuk bantuan bagi peternak itik yang mengalami kerugian akibat kematian itik tersebut. Ia menjelaskan, bantuan atau kompensasi terhadap ternak itik yang mati memang pernah dikeluarkan pemerintah pada tahun 2008. Namun bantuan tersebut dihentikan lantaran rawan penyalahgunaan oleh peternak itu sendiri.

Untuk saat ini pemerintah melalui Dinas Peternakan hanya menyediakan bantuan berupa obat disinfektan dan alat penyemprot kepada para peternak itik. "Nantinya kami akan melakukan pertemuan dengan para peternak untuk sosialisasi sekaligus pembagian bantuan obat disinfektan," tutur Jhoni Murahman. (ism)



BACA ARTIKEL LAINNYA... Berobat di Puskesmas Cukup Bayar Rp 5000

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler