Petinju Banting Setir Jadi Office Boy, Rasa Senang Mengalahkan Uang

Senin, 13 Juni 2022 – 22:19 WIB
Mantan atlet berprestasi Cakarmanto sedang menjalankan pekerjaannya sebagai petugas kebersihan di Kantor KONI Lampung. Foto: Yosephin Wulandari/ JPNN.com.

jpnn.com - SEORANG lelaki yang tak muda lagi terlihat gesit mengoperasikan mesin penyedot debu (vacuum cleaner) di kantor Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Lampung. Pria itu bernama Cakarmanto.

Laporan Yosephin Suci Wulandari, Bandar Lampung

BACA JUGA: Jelang Porprov Sulsel, Ratusan Atlet Jalani Tes Fisik, Ini Target KONI Makassar

Manto -panggilan akrabnya- adalah pesuruh kantor atau office boy (OB). Dia bekerja di kantor yang beralamat di Jalan Sumpah Pemuda PKOR Way Halim, Bandar Lampung, itu.

Sebagai OB, Manto menangani urusan pantri, termasuk gelas dan piring. Dia juga mengurus layanan kebersihan atau cleaning service.

BACA JUGA: Kisah Petinju Filipina Peraih Medali Perak Olimpiade Tokyo, Ternyata Dulunya Seorang Pemulung

Usia Manto saat ini sudah menginjak 57 tahun. Dia lahir di Pekanbaru, Riau, pada 5 Desember 1965.

Namun, Manto masih mampu bergerak cekatan. "Dahulu saya petinju," katanya kepada JPNN.com di kantor KONI Lampung belum lama ini.

BACA JUGA: Masuki Era Digital, KONI Bersama Telkom Kembangkan Sportbloc

Entah sudah berapa banyak wajah musuh di atas kanvas yang kena hook, jab, maupun upper cut dari tangan Manto. Sampai kini, duda tanpa anak itu sangat bangga dengan profesi lamanya sebagai petinju. 

Saat belia, Manto begitu menggebu-gebu menjadi bokser. Dia mulai berlatih tinju pada 1979. 

Namun, pada waktu itu tidak ada sasana tinju di Pekanbaru. Manto yang saat itu masih anak baru gede alias ABG pun memutuskan merantau ke Lampung. 

“Sampai di Lampung ketemu sasana tinju, tetapi kok seperti tidak pas," tuturnya.

Syahdan, Manto pindah ke Aceh. Namun, dia tak betah di provinsi berjuluk Serambi Makkah itu.

Walhasil, Manto kembali ke Lampung dan menetap. Di provinsi berjuluk ‘Sai Bumi Ruwa Jurai’ itu pula ada pelatih yang memolesnya. 

Mantan atlet berprestasi Cakarmanto sedang memeragakan salah satu gerakan tinju. Foto: Yosephin Wulandari/ JPNN.com. 

Pelatih pertamanya ialah almarhum Amir Hamzah.  Setelah dua tahun berlatih, Manto menjalani debutnya pada pertandingan resmi di atas kanvas. 

“Saya mulai bertanding sejak 1981," ujar pria yang sudah tak ingat lagi lokasi laga perdananya itu. 

Manto pun pernah menorehkan sederet prestasi untuk Lampung di ajang tingkat nasional. Capaian terbaiknya ialah menembus 8 besar PON XI di Jakarta pada 1985. 

Petinju amatir itu juga pernah menjadi pemenang ketiga favorit Pra-PON XI pada 1984. "Itu menjadi kebanggaan saya,” ucap Manto. 

Memang Manto belum bisa berbicara banyak di kancah nasional maupun internasional. Walakin, dia tetap bangga.

Bagi Manto, kebanggaan itu mengalahkan uang. “Jadi atlet ya, senang dan bangga," katanya. 

Pada masa itu, tinju seakan-akan segalanya bagi Manto. Apa pun dia lakukan agar bisa berlatih boksen.

"Zaman dahulu itu tidak ada uangnya, (cuma) memiliki motivasi yang tinggi. Saat latihan saja tidak pakai mobil atau motor, tetapi jalan kaki dan itu tetap saya lakukan demi bisa berlatih dan mengikuti segala prosesnya,” ungkapnya. 

Namun, Manto harus berdamai dengan kenyataan. Kariernya seolah-olah mandek, sedangkan usianya terus bertambah.

Setelah sekitar 15 tahun menggeluti tinju, Manto pun memutuskan menjalani profesi lain. Pada 1990, dia menggantung sarung tinjunya.

Selanjutnya, Manto menyambung hidup dengan menjadi OB.  “Sejak 1991 hingga 1999 saya bekerja di hotel," ucapnya.

Manto pernah bekerja di Pacific Hotel dan Sahid Hotel Bandar Lampung. Namun, dia merasa tak betah bekerja di hotel. 

"Terlalu terikat," kata pengagum Ellyas Pical itu menyodorkan alasannya.

Sebenarnya Manto ingin menjalani profesi lain. Akan tetapi, mencari pekerjaan lain juga bukan hal mudah.

KONI Lampung pun menampung Manto. Profesinya tetap OB. 

Dengan menjalani profesi OB, Manto memperoleh gaji setara upah minimum kota (UMK) tempatnya bermukim. Meski demikian, dia sudah punya rumah sendiri di Kecamatan Bakung, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung. 

Menurut Manto, dirinya belum pernah mendapatkan tunjangan apa pun dari pemerintah pusat, Pemprov Lampung, maupun Pemkot Bandar Lampung. Dia hanya memperoleh kemudahan mencari tempat kerja.  

“Dukungan bekerja ya, dapat, buktinya saat ini saya dipekerjakan di kantor KONI Provinsi Lampung,” katanya. 

Menjadi OB di kantor KONI Lampung juga membawa kebahagiaan tersendiri bagi Manto. Dia diizinkan menyambi pekerjaan di tempat lain. 

"Saya bersyukur, walaupun menjadi OB masih mendapatkan pekerjaan yang halal dan juga mendapatkan hak istimewa dengan diperbolehkan bekerja di lebih dari satu tempat,"  ujarnya.

Manto menduda setelah istrinya, Lylla Hisna Bahar, meninggal pada 2019. "Saya bersyukur masih sehat sampai saat ini," ucapnya.

Kini Manto sudah tak segesit dahulu. Namun, semangatnya masih menggebu-gebu.

Manto pun berpesan kepada atlet yang masih produktif dan para mantan olahragawan yang pernah mengharumkan nama daerah maupun bangsa tidak terlalu berharap pada bantuan pemerintah.

Menurutnya, pemerintah sudah terbebani banyak persoalan.

"Bukan tidak mau menerima bantuan, tetapi, kan, pemerintah banyak yang harus dipikirkan, bukan hanya atlet saja," katanya.

Manto menilai petinju-petinju muda saat ini memiliki potensi besar karena masih bisa mengembangkan bakat dan kemampuan mereka.

"Beda petinju zaman dahulu yang semuanua masih terbatas," katanya. (jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Yosephin Suci Wulandari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler