jpnn.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Demokratis membacakan petisi #SelamatkanDemokrasi dalam acara Kamisan 804 di seberang Istana Merdeka, Jakarta pada Kamis (1/2).
Dalam petisi yang dibacakan Ketua PBHI Julius Ibrani, koalisi masyarakat sipil menyerukan untuk menyelamatkan Indonesia dari kepentingan dan ambisi kekuasaan Presiden Joko Widodo (Jokowi), keluarga, serta kroni-kroninya.
BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Mendesak Presiden Jokowi Cuti atau Mengundurkan Diri
"Kembalikan Indonesia untuk kepentingan rakyat seluruhnya," ucap Julius membacakan petisi tersebut, dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta.
Petisi tersebut mengingatkan bahwa NKRI dibangun dan didirikan tidak untuk kepentingan segelintir orang, kelompok atau keluarga, tetapi demi seluruh rakyat.
BACA JUGA: Aksi Kamisan Depan Istana, Koalisi Masyarakat Sipil Desak Jokowi Lakukan Revolusi Etika
Kekuasaan di negara ini juga tidak boleh hanya dimonopoli, didominasi, dan dikuasai oleh kalangan terbatas, karena hal tersebut bertentangan dengan semangat dan cita-cita pendirian Negara Indonesia.
"Fakta-fakta historis dan kekinian dengan sangat jelas menunjukkan bahwa penguasaan negara dan sumber daya di dalamnya oleh segelintir orang, keluarga, dan penguasa telah meminggirkan dan merampas hak-hak rakyat di negara ini," tutur Julis.
BACA JUGA: Sentil Fahri Hamzah yang Sebut Anies-Muhaimin Tersangka setelah Pilpres, Sahroni: Sadarlah!
Petisi itu juga menyitir TAP MPR X/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan negara semasa Pemerintahan Soeharto telah terjadi praktik-praktik usaha yang lebih menguntungkan sekelompok tertentu.
Selain itu, juga terjadi praktik-praktik yang menyuburkan KKN melibatkan pejabat negara dengan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional. "TAP MPR menegaskan bahwa hal itu tidak boleh terulang di masa depan," lanjutnya.
Sejalan dengan TAP MPR tersebut, masyarakat sipil menilai majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres pendamping Prabowo Subianto nyata-nyata mengabaikan agenda reformasi 1998.
"Pencalonan Gibran sarat dengan praktik KKN, serta melanggar etika Konstitusi. Tidak ada kepentingan rakyat yang diwakilinya, karena kepentingan utamanya adalah untuk mengamankan dan melanggengkan kekuasaan pribadi, keluarga, dan kroni-kroni Jokowi," tutur Julis.
Hal itu menurutnya tidak sejalan dengan tujuan Negara sebagaimana tertuang di dalam konstitusi dan mengancam hak-hak konstitusional warga.
Koalisi masyarakat sipil juga menilai Gibran tidak layak menjadi cawapres karena lahir dari proses yang merusak etika kehidupan bangsa dan tidak konstitusional.
"Pencalonan Gibran menginjak-injak akal sehat kita dalam berbangsa dan bernegara serta mengingkari Konstitusi," ucapnya.
Hal tersebut menurut koalisi, terlihat secara terang benderang ketika terjadi pembajakan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) oleh kekuasaan untuk memuluskan langkah pencalonan Gibran yang merupakan anak Presiden Jokowi.
Menurut koalisi, pembajakan yang sarat dengan nepotisme tersebut sulit dibantah mengingat Anwar Usman, ketua majelis hakim dalam persidangan MK saat itu, memiliki hubungan kekerabatan dengan Presiden Jokowi dan putranya Gibran Rakabuming Raka.
"Dengan demikian, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memberi dan memuluskan jalan bagi Gibran untuk maju sebagai Cawapres Prabowo Subianto jelas sarat KKN," kata Julius.
Selain soal pencalonan Gibran, koalisi masyarakat sipil dalam petisinya juga menilai Prabowo tidak pantas untuk mencalonkan diri dan dipilih sebagai Presiden Indonesia mendatang.
"Mengingat dia merupakan orang yang bertanggung jawab dalam kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998," tutur Julius membacakan petisi tersebut
Menurut petisi itu, fakta sejarah telah membuktikan bahwa Prabowo Subianto dipecat dari dinas kemiliteran karena terlibat dalam peristiwa penculikan aktivis tersebut. Hingga saat ini, Prabowo cenderung menghindar dari proses hukum yang dilakukan oleh Komnas HAM.
Di sisi lain, katanya, selama menjabat sebagai menteri pertahanan, Prabowo Subianto juga berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan hidup melalui proyek Food Estate, terutama di Kalimantan Tengah," ucap Julius.
"Proyek tersebut telah menyebabkan deforestasi besar-besaran dan konflik agraria," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Julius, koalisi masyarakat sipil menyatakan bahwa pasangan Prabowo-Gibran tidak pantas dan tidak layak dipilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada Pilpres 2024.
"Sudah saatnya demokrasi dan konstitusi diselamatkan, agar negara ini tidak hanya dikuasai oleh Jokowi, keluarga, dan kroni-kroninya, akan tetapi dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia seluruhnya," kata Julius Ibrani.(fat/jpnn.com)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam