jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menanggapi pernyataan sejumlah pihak seperti Fadli Zon, Rocky Gerung, dan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas.
Ketiganya menyamakan peristiwa kerumunan pada kunjungan Presiden Jokowi di Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, dengan kerumunan massa pendukung Habib Rizieq Shihab di Petamburan yang berujung proses hukum.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Habib Rizieq Menyodorkan Permintaan, Tegas
Petrus menilai, kerumunan warga menyambut kedatangan Presiden Jokowi untuk meresmikan bendungan untuk Food Estate di Maumere, berbeda dengan kerumunan massa pendukung Habib Rizieq.
Petrus menegaskan, peristiwa kerumunan rakyat Maumere menyambut Jokowi sebagai luapan kegembiraan secara spontan tanpa motif politik dan ideologi sehingga tidak berujung pidana.
BACA JUGA: Kerumunan Jokowi Dibandingkan dengan Penyambutan Habib Rizieq, Kapitra: Itu Simbol Perlawanan
Berbeda dengan kerumunan pendukung Habib Rizieq, lanjut dia, massa diundang dan terorganisir sehingga berujung sebagai tindak pidana.
"Peristiwa kerumunan di Maumere tidak lebih daripada sekadar luapan ungkapan kegembiraan secara spontan tanpa motif politik dan ideologi. Sedangkan kasus kerumunan massa Rizieq Shihab pada 10 - 11 November 2020 massa diundang dan diorganisir, sehingga berimplikasi sebagai tindak pidana secara berlapis dan bermotif politik dan ideologi," ungkap Petrus dalam keterangannya kepada JPNN.com, Minggu (28/2).
BACA JUGA: Millen Cyrus Enggak Kapok, Ditangkap Lagi, Tidak Sendirian
Atas dasar itu, Petrus berharap tidak ada lagi pihak yang menyamakan dua peristiwa tersebut. Menurutnya, mereka yang mencoba menyamakan dua peristiwa itu menggunakan logika sesat.
"Mereka yang menggunakan logika terbalik, sesat dan mereka yang hanya suka nyinyir melakukan politicking pada setiap aktivitas kenegaraan Presiden Jokowi di mana pun, untuk memaksa publik percaya pada sikap mereka," katanya.
Advokat PERADI itu mengungkapkan, menggeneralisir peristiwa kerumunan segelintir warga Maumere dengan kerumunan massa Habib Rizieq jelas tidak kompatibel dan tidak memiliki dasar hukum.
"Menggeneralisir peristiwa kerumunan segelintir warga di Maumere dengan kasus kerumunan massa Rizieq Shihab, jelas tidak kompatibel dan tidak memiliki dasar hukum bahkan telah merendahkan harga diri dan martabat Presiden Jokowi," katanya.
Perbedaan lain dari dua peristiwa itu, lanjut dia, pada kerumunan di Maumere tidak ada ceramah dari Jokowi di hadapan warga yang berkerumun. Namun, hanya murni soal luapan kebahagiaan warga.
"Peristiwa kerumunan warga di Maumere, tidak terdapat motif politik dan ideologi, tidak ada ceramah atau pidato dari Presiden Jokowi di hadapan warga yang berkerumun, tetapi murni soal luapan kebahagiaan dan kegembiraan," tegasnya.
Oleh karena itu, kata Petrus, aneh dan menggelikan jika Fadli Zon, Rocky Gerung, dan Anwar Abbas mencoba menggeneralisir dua peristiwa terdebut.
"Aneh dan menggelikan, jika saja orang seperti Fadli Zon, Rocky Gerung, dan Anwar Abbas secara tidak bertanggung jawab dan licik mencoba menggeneralisir kasus kerumunan massa Rizieq Shihab dengan peristiwa luapan kegembiraan yang menimbulkan kerumunan warga Maumere saat Presiden Jokowi berkunjung pada 23 Februari 2021 yang lalu," pungkasnya. (cr3/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama