Petrus Selestinus Dorong Revisi Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Kebiri

Selasa, 28 Desember 2021 – 11:54 WIB
Advokat senor Petrus Selestinus (kedua kiri) saat berbicara dalam diskusi publik bertajuk “Sanksi Pidana Kebiri pada Kejahatan Seksual” di Kampus Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/12). Foto: Friederich Batari/JPNN

jpnn.com, BOGOR - Advokat senior Petrus Selestinus mengusulkan perlunya merevisi aturan terkait tata cara pelaksanaan hukuman kebiri kepada pelaku kejahatan seksual.

Menurut Petrus, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 Tata Cara Pelaksanaan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak atau PP Hukuman Kebiri masih perlu melakukan penyempurnaan.

BACA JUGA: Yenti Garnasih: Ini Bentuk Keprihatinan Kepada Korban Kejahatan Seksual

Hal itu disampaikan Petrus Selestinus saat berbicara dalam diskusi publik bertajuk “Sanksi Pidana Kebiri pada Kejahatan Seksual” di Kampus Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/12).

Menurut Petrus, hukuman kebiri kepada pelaku kejahatan seksual tidak dapat dilaksanakan secara efektif karena melanggar asas-asas atau etika profesi, misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

BACA JUGA: Arist Merdeka Sirat Mendesak Agar Pelaku Kejahatan Seksual Harus Menerima Hukuman ini

Padahal, menurut Petrus, ketika Presiden menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebenarnya menunjukkan kondisi dalam keadaan darurat.

Namun, dia menyayangkan penerbitan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari Perppu tersebut sangat lama. “Ini ada apa? Apakah ini hanya pencitraan?” kata Petrus.

BACA JUGA: Marak Kasus Kejahatan Seksual di Pesantren, Ferdinand Desak Kemenag Bergerak

Petrus juga menyoroti adanya kesalahan dalam sistem penegakan hukum pidana di Indonesia. Sebab, aparat penegak hukum baru bergerak setelah terjadi tindak pidana.

“Seharusnya melakukan pencegahan terhadap kejahatan seksual,” ujart Petrus.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini juga mengusulkan perlunya mengakomodasi Lembaga adat dalam PP tersebut khususnya dalam penyelesaian perkara di luar pengadilan.

Petrus juga mengusulkan perlu melibatkan para dokter sejak awal penindakan kasus kejahatan seksual. Jadi, dokter tidak hanya diatur pada saat pelaksanaan hukuman kebiri,” ujar Petrus.

Oleh karena itu, Petrus mengharapkan Fakultas Hukum Universitas Pakuan dan para pakar untuk memberikan kajian dalam rangka penyempurnaan terhadap aturan pelaksanaan hukum kebiri.

Diskusi yang dipandu Sapto Handoyo (Dosen Fakultas Hukum Fakultas Universitas Pakuan Bogor) itu juga menampilkan sejumlah pembicara di antaranya Jaksa Agung Muda Dr. Fadil Zumhana, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Dr. Asep N Mulyan, Tenaga Ahli Jaksa Agung Charul Imam, dan Pakar Andrologi dan Seksiologi ID Prof Dr. dr. Wimpie Pangkahali serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Pakuan dan BEM Fakultas Universitas Pakuan.(fri/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler