Petrus Soroti Manuver Tim Prabowo Kumpulkan Aktivis '98 dan Korban Penculikan

Selasa, 12 Desember 2023 – 20:46 WIB
Arsip - Ilustrasi tuntutan kepada pemerintah untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/foc.

jpnn.com, JAKARTA - Aktivis 1998 yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, Petrus Haryanto menyoroti manuver Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengumpulkan aktivis dan korban penculikan tahun 1998 pendukung pasangan Capres-Cawapres RI nomor urut 2 itu.

Dia pun mengutip penjelasan Sekretaris TKN Prabowo-Gibran. Nusron Wahid bahwa hal itu dilakukan berkaitan dengan debat perdana Capres-Cawapres RI bertema tema pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.

BACA JUGA: Keluarga Aktivis 98 Ini Minta Pemerintah Selesaikan Kasus Penculikan Anaknya

Menurut Petrus, mereka dalam pernyataan sebagaimana diberitakan di sejumlah media, pada intinya mengklaim bahwa Capres RI yang mereka dukung, yaitu Prabowo Subianto bersih dari kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya kasus Penculikan Aktivis 1997/1998.

"Koalisi Masyarakat Sipil memandang, pernyataan sejumlah aktivis 1998 pendukung capres Prabowo Subianto tersebut menyesatkan, mengabaikan fakta dan bahkan benar-benar menyakiti korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia," ujar Petrus dikutip dari siaran pers, Selasa (12/12).

BACA JUGA: Saat Debat, Prabowo Sempat Joget Gemoy di Atas Panggung

Petrus menilai pembelaan yang serampangan dan cenderung gelap mata demi kontestasi kekuasaan, sesungguhnya tidak pantas diucapkan oleh orang-orang yang mengklaim pernah menjadi aktivis perlawanan terhadap rezim otoriter Orde Baru.

Dengan klaim dan embel sebagai aktivis 98, katanya, seharusnya mereka mengedepankan nilai-nilai perjuangan demokrasi dan HAM, khususnya keberpihakan pada korban dan keluarga korban.

BACA JUGA: Soal Isu Debat Perdana Capres, Jubir TPN: Pak Ganjar Sudah Kasih Bukti, Bukan Janji

"Bukan membuat dan menyebarkan narasi manipulatif atas sejarah dan aktor kekerasan negara di masa lalu," ucap Petrus.

Dia mengingatkan bahwa penyelesaian kasus kejahatan kemanusiaan negara (pelanggaran HAM berat) masa lalu, salah satunya kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998 merupakan mandat dan agenda politik 1998.

Selama kasus-kasus tersebut tidak diselesaikan secara tuntas, termasuk membawa dan mengadili terduga pelaku dalam peradilan HAM, katanya, maka selama itu pula desakan dan tuntutan penyelesaiannya terus disuarakan dan tidak akan pernah surut.

Petrus juga mengatakan adanya pernyataan bahwa isu penculikan dan penghilangan paksa sebagai isu '5 tahunan' secara nyata merupakan pelecehan terhadap perjuangan korban dan keluarga korban yang telah berjuang selama puluhan tahun demi mendapat keadilan atas peristiwa yang dialaminya.

"Khusus dalam kasus Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998, sejumlah dokumen khususnya laporan hasil penyelidikan Komnas HAM sejatinya sudah lebih dari cukup untuk meminta pertanggungjawaban Prabowo Subianto di ruang pengadilan HAM," tuturnya.

Menurut Petrus, hasil penyelidikan Komnas HAM telah menetapkan kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998 sebagai peristiwa pelanggaran berat HAM masa lalu.

Sebelumnya juga, dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (Keputusan DKP) No: KEP/03/VIII/1998/DKP tentang rekomendasi pemberhentian Prabowo Subianto sebagai Letnan Jenderal TNI dinas, karena terbukti memerintahkan melakukan penangkapan dan penculikan terhadap beberapa aktivis pada 1997-1998.

Kemudian, Pansus Orang Hilang di DPR pada tahun 2009 juga telah mengeluarkan empat rekomendasi kepada Pemerintah, yang salah satunya adalah membentuk pengadilan HAM (ad-hoc) kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998.

"Hal itu seharusnya ditindaklanjuti, termasuk hari ini oleh Presiden Joko Widodo. Tidak ada ruang yang lebih tepat bagi Prabowo Subianto untuk mengklarifikasi dugaan keterlibatannya dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa yang diarahkan kepadanya selain ruang pengadilan," ujar Petrus.

Petrus juga menyinggung pernyataan aktivis 1998 Budiman Sudjatmiko dalam sebuah wawancara yang menyatakan bahwa Prabowo mengakui tindakan penculikan dan mereka yang diculik telah dikembalikan.

Pernyataan yang berisi pengakuan itu menurut Petrus, sesungguhnya memperkuat pentingnya untuk segera dibentuk pengadilan HAM dan meminta pertanggung jawaban Prabowo dalam penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998.

"Pengakuan tersebut secara nyata bahwa Prabowo memang terlibat, meskipun menurut pengakuannya bahwa yang dia culik telah dikembalikan. Penting dicatat, penculikan adalah sebuah kejahatan dan mengembalikan mereka yang diculik tidak dengan serta merta menghapus kejahatan," kata Petrus.

Koalisi Masyarakat Sipil juga menilai, elite politik termasuk para aktivis 1998 yang sedang duduk di dalam kekuasaan dan/ atau ikut dalam kontestasi elektoral hari ini, seharusnya tidak mengabaikan apalagi sampai melupakan nilai-nilai demokrasi dan HAM, khususnya perjuangan para korban dan keluarga mereka.

Petrus mengingatkan bahwa kondisi politik hari (baca: era reformasi), termasuk mengantarkan mereka yang hari ini duduk di dalam kekuasaan, merupakan hasil dari perjuangan para martir perubahan dalam melawan Orde Baru.

"Dalam kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997-1998, hingga masih terdapat 13 orang yang diculik dan belum kembali," kata Petrus Haryanto.(fat/jpnn.com)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler