PGRI: Kepala Daerah Peduli Guru Biasanya Dua Periode

Sabtu, 06 Juni 2020 – 22:00 WIB
Guru mengajar di kelas. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Nurullah Koswara mengungkapkan, ada masalah klasik terkait pemberian SKKD kepada para guru tidak tetap (GTT) di sekolah negeri.

"Para kepala sekolah jauh lebih berani memberikan SK pada guru GTT demi anak didik yang tidak mungkin diajar oleh tembok sekolah atau lemari sekolah. Mereka butuh guru," ujar Koswara kepada JPNN.com, Sabtu (6/6).

BACA JUGA: FSGI: Guru dan Ortu Murid Cemas Tunggu Keputusan Mendikbud

Seorang guru dan kini menjadi Widyaiswara di LPMP Jawa Barat, Tatang Sunendar mengatakan, bila GTT diberi SK oleh kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) maka ketika mereka lolos PPG (pendidikan profesi guru) akan dibiayai APBN, bukan APBD lagi. Tinggal buat fakta integritas disaksikan PGRI, Dewan Pendidikan dan pihak terkait lainnya bahwa GTT tidak akan menuntut honor dari APBD.

Pendapat Tatang ini menurut Dudung cukup berdasar. Jangan-jangan para kepala daerah tidak paham atau pura-pura ltidak tahu.

BACA JUGA: Guru Mulai Bekerja di Sekolah 3 Juni, Siswa Masuk Tanggal 15

"Para kepala daerah jangan parno GTT kelak akan menjadi kucing kejepit. Faktanya mereka sudah berjuang melayani anak bangsa di daerah," ucapnya.

Para kepala daerah, kata Dudung, harusnya semangat menyelamatkan nasib GTT sebagaimana mereka semangat saat pra Pilkada. Mayoritas kepala daerah parno dan lupa janji.

BACA JUGA: PB PGRI: Pemerintah Punya Utang Gaji Guru Honorer Puluhan Tahun

"Itulah makhluk politik, kompleksitasya jauh melampaui benang kusut. Banyak priotitas pembangunan, orientasi politik dan agenda besar lainnya yang kadang melupakan GTT. Sekali lagi para kepala daerah jangan parno," sergahnya.

Dengan diberikan SKKD maka para GTT dapat melanjutkan perjuangan nasibnya lebih baik. Mereka bisa mendapatkan NUPTK (nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan), ikut PPG, dan sejumlah perbaikan nasib lainnya. SKKD adalah pintu masuk bagi para GTT agar melangkah lebih baik memperbaiki nasib, status dan finansialnya. Paradigma para kepala daerah harus diubah.

"Selamatkan para GTT dengan SKKD!," serunya.

Dia membeberkan, begitu banyak kepala daerah yang manis-manis pada entitas guru sebelum pemilihan. Namun, saat sudah duduk manis di kekuasaan, sok sibuk dan jaim.

Hanya beberapa kepala daerah yang luar biasa pada entitas guru. Mayoritas mereka selalu dua periode menjadi kepala daerah. Mengapa? Karena guru bergerak secara alami mengendorse elektabiitas para kepala daerah.

Memang sebaiknya para kepala daerah yang tidak punya bahasa tubuh yang manis dan memihak kepada para guru jangan di endorse untuk dipilih lagi.

Mengapa? Dudung menyebutkan, kepala daerah yang cerdas setidaknya mengutamakan tiga prioritas. Yaitu pendidikan, kesehatan dan perdagangan. Selanjutnya baru prioritas politik dan hal lainnya.

"Jangan terbalik! Malah partai politik yang disembah bahaya!. Mari para guru GTT, guru honorer kita terus berdoa dan tetap semangat semoga akan hadir kepala daerah yang amanah," imbaunya.

"Kepala daerah jangan kalah sama kepala sekolah. Berani memberi SK pada guru GTT. Kalau kepala daerah kalah berani sama kepala sekolah berarti terbalik," sambung Dudung.

Dia menambahkan, seharusnya kepala sekolah yang jadi kepala daerah. Bukan kepala daerah yang penakut malah jadi kepala daerah. Kumpulkan guru GTT, buat fakta integritas, beri SKKD. APDB akan terselamatkan dan APBN akan menggantikan. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
guru   PGRI   Kepala Daerah   pilkada  

Terpopuler