PB PGRI: Pemerintah Punya Utang Gaji Guru Honorer Puluhan Tahun

Senin, 01 Juni 2020 – 15:22 WIB
Susandi (kiri), guru honorer Sukabumi dan Teddy guru PNS Cianjur kuliah S1 lewat pendidikan jarak jauh. Foto: Mesya Mohamad/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Nurullah Koswara mengungkapkan, pemerintah punya utang puluhan tahun kepada guru honorer.

Bila gaji guru honorer setara UMR dan diakumulasikan, maka nominalnya mencapai miliaran rupiah bahkan bisa triliunan.

BACA JUGA: Nasib Guru Honorer, Rocky Gerung Membandingkan Jokowi dengan Hirohito

"Silakan dihitung, 800 ribu guru honorer dikalikan gaji Rp 3 juta per orang, per bulan, dikali 30 tahunan saja. Bayar dahulu ini, baru kemudian boleh mempermasalahkan guru tersertifikat yang kompetensinya jalan di tempat," kata Dudung kepada JPNN.com, Senin (1/6).

Pernyataan Dudung ini untuk menjawab statement Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Iwan Syahril.

BACA JUGA: Masih Yakin Revisi UU ASN Segera Usai? Coba Simak Pesimisme Pentolan Honorer K2 Ini

Dalam paparannya, Iwan berkesimpulan entitas guru masih harus terus meningkatkan kompetensi.

Kontribusi guru pada peningkatan kemampuan anak didik tidak signifikan dengan jumlah kucuran triliunan anggaran kepada guru besertifikasi.

BACA JUGA: Dokter Hendriyanto: Kami Sampaikan Kabar Gembira

"Ini sangat pahit dibaca para guru tefapi bisa jadi kritik konstruktif. Guru itu hakekatnya satu tubuh. Guru PNS, non-PNS, guru tersertifikat dan yang belum, satu tubuh," ucap Dudung.

Tunjangan profesi guru (TPG), lanjut Dudung, baru dibayarkan sejak 2006.

Jadi baru 14 tahun, itu pun belum semua guru PNS dan swasta yang terima.

Nah, bagaimana dengan 30 tahunan sekitar 800 ribu guru honorer yang tidak mendapatkan UMR dari pemerintah (pusat dan daerah).

Siapa yang bertanggung jawab atas masalah tersebut.

Dudung membeberkan, guru yang finansialnya tidak merdeka, antara lain entitas guru honorer.

Gaji guru honorer Rp 300 ribu per bulan. Itu pun dibayarkan tiga bulan sesudah kerja.

Ini masalah pertama terkait “Tri Merdeka” yakni merdeka finansial keseluruhan guru.

Terkait “Tri Merdeka” yang kedua adalah merdeka kompetensi. Semua tenaga pendidik bersepakat guru harus merdeka kompetensi.

Artinya setiap guru wajib belajar sepanjang hayat dan terus belajar untuk meningkatkan layanan lebih baik pada anak didik. Guru merdeka harus memerdekakan anak didiknya.

Faktanya di lapangan tidak semua guru tersertifikasi “jalan di tempat”. Ratusan ribu guru melanjutkan pendidikan S-2 bahkan ada yang doktor.

Ribuan guru membuat buku. Ratusan guru menjadi guru berprestasi setiap tahun.

Ratusan guru bahkan menjadi tokoh di masyarakat. Walaupun jumlahnya dianggap kecil, tetapi ada gerakan “merangkak” menuju guru yang lebih baik.

“Tri Merdeka” ketiga adalah merdeka apresiasi. Negara harus mampu mengapresiasi guru-guru penggerak yang selama ini sudah tampil beda.

Guru-guru terbaik di setiap sekolahan harus mendapatkan merdeka apresiasi.

Misal mengapa guru berprestasi dan penggerak tidak menerima kemudahan atau otomatis menjadi calon kepala sekolah.

Jangan sampai guru-guru penggerak, guru-guru berprestasi “tidak merdeka” karena ada kongkalingkong politik lokal.

“Merdeka apresiasi artinya setiap guru penggerak dan guru berprestasi terdata dengan baik dan disiapkan untuk menjadi pemimpin sekolah," tandasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler