PGRI : Nilai UKG Jelek Didominasi Guru Angkatan 70-an

Desak Kemendikbud Formulasikan Sistem Pembinaan Tepat Guna

Selasa, 14 Agustus 2012 – 05:15 WIB
JAKARTA - Pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) tahap pertama secara nasional sudah berakhir. Meskipun pemerintah belum resmi melansir rekapitulasi nilai UKG, sejumlah pihak sudah memprediksi nilai guru tetap jeblok. Guru-guru ini membutuhkan sistem pembinaan tepat guna.

Diantara pihak yang sudah menyatakan siap mendengar jika nilai UKG jeblok adalah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Ketua Umum PB PGRI Sulistyo di Jakarta kemarin (13/8) menuturkan, nilai jelek yang didapat guru peserta UKG muncul karena pembinaan oleh pemerintah yang lemah.

"Bisa dikatakan selama ini tidak ada pembinaan yang optimal. Tahu-tahu langsung diadakan ujian. Kami tidak kaget jika nilainya jelek," tutur pria yang juga anggata Dewan Perwakilan Daerah (DPD) perwakilan Jawa Tengah itu. Dia mengatakan, guru peserta UKG tidak perlu cemas dan putus asa meskipun nilai UKG yang didapat jelek.

Dari pengamatan sementara, Sulistyo mengatakan jika guru yang mendapatkan sertifikasi ini rata-rata diisi oleh guru-guru senior. Dia mengatakan guru-guru ini sudah mengajar sejak dekade 70-an akhir. Sulistyo menuturkan, mereka ini rata-rata sudah berumur 50 tahun ke atas saat mengikuti UKG kemarin.

Sulistyo mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus bijak saat melansir data nilai UKG. "Jika menteri mengatakan ada guru yang memperoleh nilai nol, itu bukan berarti menunjukkan guru bersangkutan tidak layak mengajar," jelas dia.

Menurut Sulistyo, guru-guru yang memperoleh nilai UKG jelek tidak menutup kemungikan jago dalam mengajar dan membimbing siswanya. Dia mencotohkan, banyak guru yang lihat menyemangati siswa. Tetapi karena pembinaan yang lemah, guru ini tidak bisa soal teori-teori psikologi siswa.

"Sederhananya UKG ini hanya mengukur aspek teoritis. Padahal banyak guru yang jago pada sektor praktek ketimbang teori," katanya.

Sulistyo menegaskan, guru senior lemah dalam sektor teori bukan karena mereka tidak mau belajar. Tetapi kesempatan pembinaan atau belajar selama ini tidak ada. Selain itu, guru-guru senior yang lemah soal kajian teori pendidikan ini muncul karena sistem perkuliahan mereka kala itu berbeda dengan saat ini.

Setelah pelaksanaan UKG sudah masuk separuh jalan, Sulistyo berharap Kemendikbud segera menemukan formulasi pembinaan baru yang efektif. Dia memperingatkan Kemendikbud supaya tidak menggelar pembinaan yang cenderung pemborosan anggaran saja.

Sulistyo mengusulkan untuk pembinaan guru-guru tingkat SD atau pemula dilakukan di daerah. Dia mengatakan dengan sistem ini, guru tidak terbebani dan dari faktor anggaran tidak terlalu mahal.

"Sedangkan untuk pembinaan guru tingkat lanjut, bisa dilakukan terpusat," kata Sulistyo. Sebab dalam pembinaan guru tingkat lanjutan ini dibutuhkan sarana belajar atau laboratorium pendiidkan yang lebih komplit. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana BOS untuk Gaji Guru Honorer Tetap 20 Persen

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler