jpnn.com - JAKARTA - Petunjuk teknis (juknis) sertifikasi guru yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dinilai bertentangan dengan UU Guru dan Dosen.
Pasalnya, dalam juknis disebutkan yang bisa mengikuti program sertifikasi adalah guru PNS dan non PNS. Untuk guru non PNS dari swasta harus diangkat oleh yayasan dan mendapatkan gaji tetap. Sedangkan guru non PNS yang mengajar di sekolah negeri, harus diangkat oleh pejabat berwenang dan gajinya di-APBD-kan.
BACA JUGA: SIMAK! Pesan PB PGRI untuk Para Honorer K2
Ketentuan ini tentu saja membuat ratusan ribu guru honorer kategori dua (K2) gigit jari. "Kami menilai juknis ini sangat bertentangan dengan UU dan PP 74/2008 tentang Guru dan Dosen. Dalam PP itu tidak dicantumkan harus guru yayasan atau guru yang dibayar dengan dana APBD, berhak ikut sertifikasi," kata Plt Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi kepada JPNN, Minggu (24/4).
Seharusnya kata Unifah, guru honorer yang mengabdi dua tahun bisa mengikuti sertifikasi untuk meningkatkan kesejahteraannya. Bukan seperti kejadian sekarang, bertahun-tahun hidup dengan gaji minim.
BACA JUGA: Kok Samadikun Tidak Diborgol? Ini Alasan BIN
"PGRI mendorong kepala daerah mengangkat guru honorer K2 yang mengabdi di daerah masing-masing dan digaji dengan dana APBD agar mereka bisa ikut sertifikasi. Paling tidak ini menjadi pertolongan pertama bagi honorer K2 yang saat ini statusnya belum jelas," tutur Unifah.
PB PGRI juga menyarankan Kemdikbud merevisi PP 74/2008 untuk mengakomodir guru honorer K2. (esy/jpnn)
BACA JUGA: Waduh! Ribuan PNS Golongan II Diduga Bodong
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oesman Sapta Terima Lifetime Achievement Award
Redaktur : Tim Redaksi