jpnn.com - JAKARTA - Konflik internal di tubuh PB PGRI yang melahirkan kepengurusan versi Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya, mendapat sorotan dari Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi.
Diketahui, KLB PGRI di Asrama Hai Sukolilo Surabaya, 3-4 November 2023, secara aklamasi menetapkan Ketua PGRI Jawa Timur Teguh Sumarno sebagai Ketum PB PGRI.
BACA JUGA: Unifah Rosyidi: PB PGRI Tetap Solid, Tidak Ada Dualisme KepemimpinanÂ
Adapun, Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi menyatakan hasil KLB PGRI Surabaya tidak sah.
Alasannya, pengurus yang menyelenggarakan KLB Surabaya statusnya sudah dipecat dari kepengurusan PB PGRI.
BACA JUGA: Ada Undangan KLB, PB PGRI Mengeluarkan 9 Poin Pernyataan Sikap, Sangat Tegas
Dalam forum Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbudristek Nadiem Makarim dan jajarannya, Nur Purnamasidi menyinggung konflik internal di tubuh PGRI.
Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI itu mengaku mengikuti dinamika yang terjadi di PB PGRI.
BACA JUGA: 21 Hal Penting di PP Manajemen ASN, Penentu Honorer jadi PPPK Part Time atau Penuh Waktu
Wakil rakyat dari dapil IV Jatim itu mengaku menampung aspirasi para guru honorer yang ingin diangkat menjadi PPPK, yang ada kaitannya dengan KLB PGRI.
“Ada pembelahan di PGRI, ada KLB,” kata Purnamasidi kepada Nadiem Makarim saat raker 7 November 2023.
Berdasar informasi yang dia terima, KLB PGRI terjadi karena pengurus PGRI yang ada saat ini dinilai tidak memperjuangan nasib honorer yang belum diangkat menjadi PPPK.
“Kenapa ada KLB PGRI? Karena dinilai tidak melakukan apa pun terhadap persoalan pengangkatan (honorer) jadi PPPK.”
“Mereka (para guru honorer yang masuk kubu pro-KLB, red) merasa tidak diurus PGRI,” kata pria kelahiran 3 September 1971 itu.
Respons Unifah Rosyidi
Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi beberapa waktu lalu sudah merespons adanya KLB Surabaya.
Menurutnya, KLB ditandatangani oleh Huzaifah Dadang dan H. Ali Rahim yang telah diberhentikan sebagai pengurus PB PGRI.
Prof Unifah menyatakan hasil KLB Surabaya tidak sah. Sebab, pengurus yang menyelenggarakan KLB Surabaya statusnya sudah dipecat dari kepengurusan PB PGRI.
"Hasil KLB Surabaya tidak sah. Tidak ada dualisme kepemimpinan PB PGRI, kami tetap solid dan menolak keras hasil tersebut," kata Unifah kepada JPNN.com, Minggu (5/11).
Unifah menambahkan Pengurus Besar PGRI, 31 pengurus PGRI provinsi dan kabupaten/kota sepakat mengeluarkan pernyataan sikap terhadap KLB Surabaya, yaitu:
1. Menolak pelaksanaan KLB, yang hanya dihadiri perwakilan 3 Provinsi dan 5 Kabupaten/Kota, karena tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PGRI Pasal 63 ayat (2) yang menyatakan bahwa Kongres Luar Biasa dilaksanakan:
a. jika konferensi kerja nasional menganggap perlu atas dasar keputusan yang disetujui paling sedikit dua pertiga jumlah suara yang hadir;
b. atas permintaan lebih dari seperdua jumlah Kabupaten/Kota yang mewakili lebih dari seperdua jumlah suara; atau
c. bila dipandang perlu oleh Pengurus Besar dan disetujui oleh konferensi kerja nasional.
2. Pelaksanaan KLB yang dilaksanakan tanggal 3-4 November 2023 tersebut merupakan KLB ilegal karena tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam AD/ART dan tidak mendapatkan izin dari pihak keamanan setempat.
3. Sebanyak 31 Pengurus PGRI Provinsi mendukung penuh pemberhentian 9 oknum Pengurus Besar berdasarkan Keputusan Pengurus Besar PGRI nomor 101/Kep/PB/XXII/2023 tertanggal 27 Oktober 2023 dan membekukan kepengurusan Provinsi PGRI Jawa Timur, Riau, dan Sumatera Utara serta Pengurus PGRI Kabupaten Banyuwangi, PGRI Kota Probolinggo, PGRI Kabupaten Sumenep, PGRI Kabupaten Pamekasan pada Provinsi Jawa Timur, dan PGRI Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara yang memberikan dukungan tertulis atau pribadi-pribadi apabila di kemudian hari terbukti mendukung KLB ilegal di Surabaya.
4. Kami menyayangkan adanya indikasi kuat mengenai keterlibatan oknum pejabat pada kementerian terkait dan meminta pimpinan kementerian tersebut untuk melakukan pemeriksaan serta mengambil tindakan tegas apabila yang bersangkutan terbukti menyalahgunakan wewenangnya.
5. Meminta kepada oknum pejabat kementerian terkait untuk menjaga netralitas dan profesionalitas dengan tidak turut campur pada persoalan internal organisasi profesi guru serta aturan-aturan yang dibuatnya demi menjaga keutuhan bangsa.
6. Sembilan Pengurus Besar PGRI yang telah diberhentikan dan kepengurusan PGRI yang telah dibekukan tidak berhak mengatasnamakan organisasi PGRI, menggunakan aset dan atribut PGRI baik secara keseluruhan maupun sebagian yang telah kami daftarkan di Kemenkumham sebagai Hak Kekayaan Intelektual organisasi PGRI.
7. Memohon kepada institusi yang berwenang untuk menolak pendaftaran dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) selain atas nama Pengurus Besar PGRI berdasarkan SK Nomor 105/Kep/PB/XXII/2023.
8. Kami tidak segan untuk memperkarakan secara pidana dan perdata hasil keputusan KLB ilegal tersebut ke ranah hukum demi menjaga muruah organisasi.
9. Meminta kepada Pengurus PGRI di semua tingkatan untuk tetap solid di bawah kepengurusan hasil Kongres XXII PGRI Tahun 2019 sampai pada Kongres XXIII PGRI yang dilaksanakan pada awal Maret 2024. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu