PHK Terhadap Karyawan Outsourcing Harus Sesuai Kontrak Kerja Sama

Minggu, 03 Maret 2019 – 22:23 WIB
Pekerja yang di-PHK meminta tindakan tegas Disnaker DKI. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Pada zaman modern ini, banyak perusahaan yang mencari tenaga kerja melalui penyedia jasa atau outsourcing. Namun, belakangan penggunaan outsourcing ini banyak bermuara di jalur hukum karena kurangnya kesepahaman terhadap prosedur.

Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) Greg Chen mengatakan, salah satu masalah yang sering terjadi yakni soal pemutusan hubungan kerja (PHK). Apalagi terhadap karyawan yang tergabung dapam serikat pekerja.

BACA JUGA: Lakukan PHK, PT GUN Klaim Sudah Lakukan Kewajiban Hukum

Menurut dia, sebelum melakukan PHK, perusahaan harus melihat dulu perjanjian kerja sama (PKS) antara pekerja dan penyedia jasa.

"Masalah juga biasanya terjadi bila kontrak kerja tidak diperpanjang," kata dia di Jakarta, Minggu (3/3).

BACA JUGA: Setelah di Jerman, Ford Lanjut PHK 1.150 Pekerja di Inggris

Sesuai ketentuan perundang-undangan, perusahaan boleh saja memutus kontrak atau PHK di tengah jalan. Namun, undang-undang mengharuskan klien membayar gaji pokok dan juga tunjangan yang masih tersisa sesuai kontrak yang harus dijalani.

"Jika semua regulasi diikuti umumnya tidak akan terjadi masalah," kata Greg.

BACA JUGA: Kritik Perpanjangan Kontrak JICT - Koja Mengacu Temuan BPK

Di bidang industri apapun, termasuk migas, perkapalan hingga perbankan, bila aturannya diikuti, komunikasi lancar dan ada itikad baik, maka akan berjalan mulus.

Sebaliknya masalah terjadi, jika kontraknya tidak diperpanjang. Kemudian juga ada risiko terjadinya penyalahgunaan atau pelanggaran aturan oleh vendor.

“Kasus seperti ini bisa diselesaikan melalui jalur hukum atau melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI),” ujarnya.

Namun, penyelesaian melalui jalur PHI amat tidak diminati mengingat proses penyelesaian yang panjang, berbelit, dan menghabiskan dana tidak sedikit.

"Mereka akan lebih memilih penyelesaian langsung melalui perundingan bipartit dengan karyawan atau pekerja," kata dia.

Sebenarnya sistem pekerjaan kontrak tidak bisa diberlakukan terlalu lama. Ada jangka waktu masa kontrak pekerjaan, yaitu maksimal selama dua tahun.

Selanjutnya bisa diperpanjang maksimal satu tahun. Setelah masa tersebut terlampaui, maka dapat diperpanjang lagi untuk dua tahun berikutnya.

Namun, harus melalui masa pembebasan kontrak selama sebulan. "Jadi siklus pekerja kontrak maksimal adalah lima tahun masa kerja," katanya.

Salah satu kasus PHK tenaga outsourcing yang berbuntut panjang dialami PT Jakarta International Container Terminal (JICT) yang pada 31 Desember 2017 mengakhiri kerja sama dengan perusahaan penyedia alih daya (outsourcing) PT Empco.

Hal itu menyebabkan 400 karyawan alih daya di bawah PT Empco harus putus kontraknya. PT JICT kemudian mengontrak karyawan alih daya baru di bawah PT Multi Tally Indonesia yang memang keluar sebagai pemenang tender perusahaan penyedia alih daya berikutnya.

Akibatnya, para karyawan yang di bawah naungan PT Empco menolak pemutusan hubungan kerja. Serikat Pekerja JICT (SPJICT) menuntut perekrutan karyawan alih daya tersebut untuk menjadi karyawan tetap. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... CSR JICT Meresmikan Green Dock School Ke-8


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler