PHRI Titip Pesan kepada Prabowo Soal Calon Menteri Pariwisata Idaman

Kamis, 17 Oktober 2024 – 11:45 WIB
Foto bersama setelah acara pembekalan terhadap calon menteri era Prabowo Subianto di kediaman Presiden terpilih RI itu, Hambalang, Bojong Koneng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/10). X akun @Kadir_Karding

jpnn.com, JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menitipkan pesan kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terkait menteri yang mengurusi industri pariwisata.

Apalagi beredar kabar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) akan dipisah menjadi dua entitas berbeda.

BACA JUGA: Ssst, Budi Gunawan Ikut Pembekalan Calon Menteri Kabinet Prabowo, Ada Kader PDIP?

"Menteri yang cocok di pariwisata itu menteri yang berani mengambil keputusan dan menyelesaikan semua permasalahan yang ada di industri pariwisata, juga bisa berdiskusi dengan kementerian lembaga lain terkait masalah industri untuk mencari jalan keluarnya," kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, Kamis (17/10). 

Alan menggarisbawahi keberanian menjadi hal yang penting mengingat banyaknya permasalahan dalam industri pariwisata di tengah upaya menggenjot sektor ini untuk mendongkrak pendapatan negara.

BACA JUGA: Arahan Prabowo kepada Calon Menteri: Hemat APBN, Amankan Aset-Aset Negara

Ditambah lagi dengan ketatnya persaingan antarnegara untuk menarik wisatawan sebanyak-banyaknya.

“Kalau kita bicara pariwisata hanya soal promosi, itu terlalu kecil. Persoalan industri jauh lebih besar. Persaingan kita di ASEAN juga cukup ketat,” ucapnya.

BACA JUGA: Soal Calon Menteri Pilihan Prabowo, Begini Harapan Zecky Alatas

Dia mengungkapkan, meskipun Indonesia naik peringkatnya dari 32 menjadi 22 dalam Travel and Tourism Development Index 2024, hal itu bukan suatu hal yang dapat dibanggakan dari sisi industri.

Pasalnya, industri pariwisata Indonesia justru tertinggal dari negara lain untuk pasar pariwisata di ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Thailand serta Vietnam. 

"Indonesia hanya urutan kelima, padahal idealnya kan keduanya menang. Walaupun performa bagus, tetapi industri tidak sehat, tidak akan bisa juga kita men-trigger (memicu) pasar," ujarnya.

Dirinya pun menyoroti regulasi sebagai kunci untuk memperbaiki kesehatan industri pariwisata. Ia mencontohkan bahwa sektor perhotelan di Indonesia membutuhkan kebijakan yang jelas terkait standar usaha hotel. 

“Kita punya standar usaha hotel di UU 10/2009, yang diturunkan ke PM 53. Namun, dengan adanya UU Cipta Kerja, aturan itu tidak lagi bersifat mandatory,” jelasnya. 

Dia berharap agar pemerintah melalui menteri yang terpilih segera mengambil kebijakan untuk memberikan pedoman klasifikasi hotel, mengingat saat ini belum ada pedoman yang konkret. 

"SNI Hotel dan SNI CHSE memang ada, tapi siapa yang mau pakai itu?," ungkapnya.

Maulana juga mengingatkan bahwa birokrasi harus memahami kondisi lapangan agar regulasi yang dibuat dapat diimplementasikan dengan baik. Kalau birokrasi tidak melihat fakta di lapangan, ini akan jadi masalah besar saat implementasi.

Alan turut meyakini bahwa Presiden terpilih, Prabowo Subianto sudah memiliki gambaran siapa yang akan ia pilih untuk menjadi Menteri Pariwisata.

Dengan salah satu permasalahan yang harus diselesaikan adalah perbaikan regulasi terhadap operasional Online Travel Agent (OTA) asing.  

Pasalnya, saat ini kehadiran OTA asing dinilai merugikan pariwisata dalam negeri, mulai dari pembebanan pajak kepada hotel hingga menggetok harga kepada hotel. Oleh karenanya, regulasi pariwisata harus menjadi prioritas dalam 100 hari pertama pemerintahan baru. 

“Kementerian Pariwisata itu bukan kementerian sektoral yang mengatur perizinan, tetapi harus menjadi induk industri pariwisata untuk membantu mengkomunikasikan dengan lembaga terkait,” tegasnya.

Terkait dengan pemisahan Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif, Maulana menilai bahwa pemisahan tersebut harus dilakukan dengan pertimbangan matang.

Menurutnya, kedua sektor ini memiliki permasalahan yang cukup besar, sehingga masing-masing harus berdiri sendiri untuk lebih fokus. 

“Ekraf itu punya potensi besar, dan jika ditunjang oleh industri pariwisata, akan sangat menarik,” ujarnya.

Namun, Maulana mengingatkan bahwa jangan sampai pemisahan tersebut justru menghambat kerja kementerian karena masalah nomenklatur yang belum tuntas.

Jangan sampai kementerian terlalu sibuk mengurus nomenklatur, sementara pemerintah ingin mengejar pertumbuhan di industri pariwisata. (esy/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler