"Kalau pandangan presiden seperti ini sejak awal, mestinya hal itu telah dikomunikasi jauh sebelumnya kepada kepolisian agar tidak menyentuh kasus dan membiarkan KPK bekerja," ujarnya, Selasa (9/10).
Ditegaskannya, sebenarnya sudah ada pertemuan sebelumnya antara pimpinan KPK, kepolisian dan presiden. "Mengapa tak ditegaskan presiden saat itu? Selain itu, pernyataan bahwa kasus simulator sepenuhnya wewenang KPK tapi membatasi KPK untuk masuk ke kasus-kasus pengadaan lain di lingkungan kepolisian adalah kekeliruan," katanya.
Menurut Ray, penegasan SBY sama saja meminta KPK tak melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan plat nomor kendaraan bermotor yang nilainya mencapai Rp1 triliun, ataupun kemungkinan kasus-kasus lain terkait pengadaan di kepolisian. Ditambahkannya, pidato SBY juga tak memberi harapan akan adanya upaya sunguh-sungguh dan serius dari pemerintah untuk melakukan perubahan dan reformasi besar-besaran di lingkungan kepolisian.
"Merasa bahwa persoalan KPK versus Polisi semata-mata hanya soal tafsir kewenangan adalah kekeliruan. Penyakit polisi kita lebih parah dari itu," jelasnya.
Ia mengatakan, sejatinya perseturuan itu membuat presiden sadar bahwa ada institusi yang di bawah kewenangannya belum sepenuhnya berjalan dengan cita-cita reformasi. "Termasuk di dalamnya adalah kejaksaan," tegas Ray.
Jika harus memuji pidato presiden, Ray hanya memberi apresiasi pada poin ketegasannya untuk menyatakan menghentikan pembahasan revisi Undang-undang KPK. Di luar itu, ksepakatan-kesepakatan itu seperti pisau bermata dua. "Dan sekaligus tidak masuk pada pokok soal polisi yakni reformasi total di lingkungan kepolisian," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Belum Tahu Maunya DPR soal Revisi UU KPK
Redaktur : Tim Redaksi