jpnn.com - JPNN.com - Nagari Tuo Pariangan, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanahdatar, Sumbar, kian banyak dikunjungi wisatawan setelah ditetapkan jadi salah satu desa terindah di dunia.
Tak sekadar “menjual” keindahan alam seperti Puncak Kawa, juga ada pusat penjualan urek sijengkeang, obat kuat resep turun temurun masyarakat Pariangan.
BACA JUGA: Jujur, Sejak Itu Saya Bangkrut
Hijrah Adi Sukrial—Tanahdatar
Meski matahari bersinar terang, namun udara dingin masih terasa di Nagari Tuo Pariangan. Pemandangan alam nan indah berbanding lurus dengan keramahan warganya.
BACA JUGA: Piknik ke Ancol, Sehari Sebelum Pembunuhan di Pulomas
Senyum dan sapa seakan menjadi bagian dari budaya di nagari yang terdapat Prasasti Pariangan tersebut.
Di Kompleks Masjid Ishlah, beberapa wisatawan terlihat keluar masuk dari tempat pemandian air panas yang disebut warga dengan rangek.
BACA JUGA: Cerita Aa Gatot soal Dua WNA Masuk Islam di Tahanan
Selain air panas, juga tersedia air dingin di rangek tersebut. Konon, mandi di rangek berkhasiat menghilangkan berbagai penyakit kulit dan pegal-pegal.
“Beberapa minggu belakangan badan saya pegal-pegal. Karena hari ini pekerjaan tidak banyak, saya usahakan pergi mandi air panas ke sini,” ujar Putra, 32, salah seorang warga Padangpanjang kepada Padang Ekspres (Jawa Pos Group) saat berbincang di salah satu kedai dekat Masjid Ishlah, pekan lalu.
Selain mandi air panas, biasanya pengunjung berfoto di beberapa spot di dekat Kompleks Masjid Ishlah.
Tidak hanya rangek, prasasti dan Masjid Ishlah juga menjadi daya tarik di Nagari Pariangan. Warga setempat merekomendasikan Padang Ekspres agar mengunjungi Puncak Kawa di Jorong Guguak.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 km dari Jorong Pariangan, Padang Ekspres sampai di Puncak Kawa.
Tempat tersebut sebenarnya bukanlah tempat tertinggi di Pariangan. Namun ada sebuah kafe yang menamakan tempatnya dengan Puncak Kawa. Kawa daun merupakan menu utama di kafe yang didirikan di atas sawah tersebut.
Di Puncak Kawa, pengunjung dapat menikmati pemandangan yang sangat indah. Selain sawah bertingkat-tingkat, hamparan perbukitan hijau kian membuat mata menjadi segar dan pikiran fresh. Bagi penggila selfie, jelas spot ini sayang untuk tidak diabadikan.
Di meja kafe tersebut, terdapat beberapa bungkusan berisikan benda berbentuk tongkat kayu berwarna merah diikat karet.
Beberapa pengunjung terlihat penasaran dan memegangnya. Sekilas tongkat itu tampak keras. Namun begitu dipegang ternyata lunak dan dingin.
Melihat pengunjung penasaran, Syafrizal atau akrab dipanggil Feri, 54, menjelaskan perihal benda tersebut.
“Ini urek sijengkeang. Urat pohon yang hanya ada di hutan pinggang Gunung Marapi sekitaran Pariangan,” jelasnya.
Urek sijengkeang adalah obat berbagai macam penyakit. Mulai obat asam lambung, asam urat, stroke dan penyakit lainnya. Pemakaiannya dicampur dengan bahan-bahan lainnya.
“Jika sakit gula (diabetes) dicampur daun capo dan sirih merah. Asam urat dan asam lambung dicampur benalu teh dan benalu kopi. Kalau menurunkan berat badan dicampur daun belimbing dan gula enau,” ujar Feri.
Dulunya, warga Sungailimau yang menjadi sumando Pariangan itu, berat badannya mencapai 105 kg. Sejak mengonsumsi urek sijengkeang, beratnya turun hingga 68 kg. Selain mengonsumsi urek sijengkeang, dia rutin olahraga jalan kaki setiap pagi.
Urek sijengkeang juga dipercaya warga setempat berkhasiat untuk vitalitas pria. Baik pengobatan impotensi hingga ejakulasi dini.
“Kalau untuk vitalitas, cukup dimakan mentah atau dipotong-potong, direbus dan diminum airnya,” ujar pria yang sebelumnya berprofesi sebagai tukang jahit ini.
Menurut Feri, khasiat urek sijengkeang untuk vitalitas sudah menjadi rahasia umum. Makanya, setiap ada wisatawan berkunjung ke Puncak Kawa dan sempat membeli urek sijengkeang akan memesannya kembali via telepon dan minta dikirim pakai paket.
“Sekarang banyak pesanan dari Jakarta, Batam, bahkan Malaysia. Umumnya, pemesannya adalah pengunjung yang pernah membelinya di sini. Mungkin mereka merasakan khasiatnya, makanya membeli lagi,” ulas pria yang juga berjualan sate tersebut.
Pengunjung yang nongkrong di Puncak Kawa juga ditawari terapi bunga katarak. Khusus bagi yang memiliki masalah dengan matanya.
Paman, 40, penjual bunga katarak menuturkan, banyak masyarakat setempat menjaga kesehatan mata dengan bunga katarak dan membaginya kepada pengunjung.
“Ada warga sudah delapan tahun pakai kaca mata. Setelah sebulan terapi bunga katarak, dia tidak perlu pakai kacamata. Nah, kami ingin membagi ini dengan pengunjung,” jelasnya.
Selain membeli obat-obatan tradisional, di Puncak Kawa tersedia spot foto di pohon mati di belakang kafe.
Pohon itu hanyalah pohon jambu biji yang dedaunnya telah gugur. Karena lokasinya strategis dengan latar pemandangan indah, membuatnya jadi sangat menarik.
Yogi Putra, 24, pengunjung asal Padang yang datang bersama kawan-kawannya mengatakan, tak salah kiranya Pariangan menjadi salah satu desa terindah di dunia. Selain indah, sejarah dan budayanya juga menjadi daya tarik.
Menurut dia, Pemkab Tanahdatar harus cepat membangun infrastruktur guna melayani wisatawan. Sejak viral di sosial media, pengunjung terus berdatangan. Apalagi sekarang musim liburan.
“Objek wisata ini butuh lahan parkir bus, toilet memadai dan pengelolaan sampah. Jangan sampai nama besarnya rusak karena sampah dan tidak ada toilet,” ucap Yogi. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengharukan, Kalimat Terakhir Gemma untuk Mamanya
Redaktur : Tim Redaksi