JAKARTA - Para kandidat calon gubernur di provinsi yang akan menggelar pemilukada 2013, barangkali perlu mengerem pengeluaran dana untuk gerakan tebar pesona. Pasalnya, dana yang diobral bisa jadi sia-sia jika pilgub 2013 nanti dipilih oleh DPRD.
Peluang pilgub 2013 sudah dilakukan oleh DPRD, tidak lagi lewat pemilukada langsung oleh rakyat, ini berdasarkan prediksi masa transisi yang paling banter hanya butuh waktu setahun. Waktu ini dipergunakan bagi pemerintah untuk membuat beberapa Peraturan Pemerintah (PP) penjabaran dari UU pemilukada.
"Paling tidak (masa transisi, red) setahun. Karena pemerintah selalu tidak cukup siap menyiapkan aturan pelaksanaannya," ujar Cecep Effendi, yang juga tim ahli Kemendagri yang terlibat dalam perumusan RUU pemilukada, kepada JPNN kemarin (17/5).
Staf pengajar dari Universitas Muhammadiyah Jakarta ini juga memperkirakan, para anggota Pansus RUU pemilukada di DPR juga tidak akan banyak melakukan penolakan terhadap materi RUU yang diajukan pemerintah. "Kecuali ada penolakan dari publik yang tidak menghendaki pemilihan kepala daerah oleh DPRD," ujarnya.
Potensi alotnya pembahasan, selain jika ada penolakan publik, juga hanya datang dari sikap para gubernur. Menurut Cecep, para gubernur masih menghendaki pilgub secara langsung oleh rakyat. "Karena jika dipilih langsung oleh rakyat, gubernur merasa posisinya lebih kuat dihadapan DPRD," kata Cecep.
Jika pembahasan berjalan mulus, maka RUU pemilukada bisa disahkan tidak sampai akhir 2012 ini. Untuk hitung-hitungan waktu pembahasan hingga diterapkannya UU pemilukada, proses pembahasan UU Nomor 32 Tahun 2004 silam, bisa dijadikan perbandingan.
Berdasarkan data koran ini, Revisi UU 22 Tahun 1999 mulai dibahas di DPR pada Juni 2004. Setelah dibahas secara maraton, lahirlah UU baru pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999 itu, yakni UU Nomor 32 Tahun 2004 yang diundangkan pada 15 Oktober 2004.
Dengan kata lain, pembahasan membutuhkan waktu lima bulan. Nah, UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur pemilukada langsung itu pertama kali diterapkan pada 1 Juni 2005, yakni pada pemilihan bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Kaltim. Dengan kata lain, ada masa transisi sembilan bulan, terhitung sejak diundangkan 15 Oktober 2004 hingga 1 Juni 2005.
Tahapan waktu itu bisa dijadikan rujukan untuk memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk membahas RUU pemilukada, yang merupakan bagian dai revisi UU 32 Tahun 2004. Jadwal yang sudah ditetapkan, pembahasan di DPR dimulai 30 Mei 2012. Jika dihitung lima bulan ke depan, maka pembahasan hingga diundangkannya UU pemilukada jatuh pada 30 September 2012. Sekali lagi, ini hanya perbandingan waktu.
Nah, masih merujuk masa transisi pemberlakuan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang butuh waktu sembilan bulan, maka UU pemilukada sudah bisa diterapkan pada Mei 2013, terhitung sejak September 2012.
Bisa saja pembahasan RUU pemilukada ternyata waktunya lebih cepat dibandingkan dengan pembahasan revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 yang melahirkan UU Nomor 32 Tahun 2004.
Cecep Effendy tidak berani memastikan berapa waktu masa transisi yang dibutuhkan untuk penerapan UU pemiulkada nantinya. Menurutnya, hal itu sangat tergantung dinamika pembahasan antara Pansus DPR dengan pihak pemerintah. "Kata kuncinya di pasal peralihan," ucapnya.
Pemberlakukan UU pemilukada bisa lebih cepat jika pemerintah, dalam hal ini kemendagri, sejak saat ini mulai menyiapkan draf PP. "Karena sebenarnya pemerintah bisa mengkalkulasi berapa PP yang dibutuhkan. Idealnya, pembahasan RUU paralel dengan penyiapan draf PP," ujarnya.
Namun, dia mengatakan, sebenarnya tidak perlu banyak PP yang harus dibuat. "Karena pemilukada itu ranahnya KPU, jadi tak perlu banyak PP. Biar KPU nanti yang menjabarkan dalam bentuk Peraturan KPU," saran Cecep, yang juga Deputy Team Leader, Senior National Advisor, Decentralisation as Contribution to Good Governance (DeCGG), pada German Technical Cooperation (gtz), ini.
Diberitakan sebelumnya, Fraksi Partai Demokrat di DPR mendukung penuh usulan pemerintah yang tertuang di RUU tentang pemilukada. Bahkan, fraksi partai penguasa ini menghendaki tidak hanya gubernur saja yang pemilihannya dilakukan oleh DPRD. Fraksi Partai Demokrat, seperti dikatakan anggota Komisi II DPR dari F-Partai Demokrat, Khatibul Umam Wirabu, akan mengusulkan agar pemilihan bupati dan walikota juga dilakukan oleh DPRD, tidak lagi lewat pemilihan langsung.
Umam juga menyatakan mendukung jika calon wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota, diusulkan dari kalangan birokrat tertinggi di daerah. Umam memperkirakan, paling telat akhir tahun ini RUU pemilukada sudah bisa disahkan menjadi UU. Pasalnya sesuai ketentuan, maksimal pembahasan RUU harus kelar dalam dua kali masa persidangan DPR.
Namun, Fraksi PKS di DPR menolak materi RUU tentang pemilukada, yang menyebutkan gubernur dipilih oleh DPRD provinsi, bukan lewat pemilihan langsung oleh rakyat. Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR, Agus Purnomo, menyatakan, jika gubernur dipilih oleh DPRD, maka akan dengan mudah memetakan siapa calon yang akan menang, cukup dengan melihat jumlah anggota masing-masing fraksi di DPRD.
Kapuspen Kemendagri Reydonnyzar Moenek menjelaskan, dalam RUU itu, pemerintah mengajukan usulan, pemilihan gubernur dilakukan oleh DPRD provinsi. Sedang wakilnya, calonnya diusulkan oleh gubernur terpilih setelah enam bulan menjabat dan dipilih oleh DPRD.
Untuk bupati dan walikota, tetap dipilih lewat pemilukada langsung. Hanya saja, untuk wakil bupati dan wakil walikota, calonnya diusulkan bupati/walikota terpilih dari kalangan birokrat tertinggi di daerah. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Verifikasi Harta Cagub
Redaktur : Tim Redaksi