JAKARTA - Pilgub DKI Jakarta, tampaknya, menjadi pilkada terakhir bagi calon independen. Sebab, peluang calon nonparpol untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pilkada tingkat provinsi tersebut mungkin bakal dihapus. Itu seiring dengan pembahasan RUU Pilkada, khususnya pasal 11.
Pasal 11 menyatakan, peserta pilgub adalah cagub yang diusulkan oleh fraksi atau gabungan fraksi di DPRD provinsi. Dengan demikian, pencalonan menjadi ranah eksklusif dari fraksi yang merupakan kepanjangan partai di DPRD. Pada RUU tersebut, peluang calon independen hanya dibuka dalam pemilihan bupati/wali kota.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengakui adanya konsekuensi tidak ada calon independen dalam pilkada provinsi. "Kan semangatnya bisa saja partai mengajukan orang-orang yang bukan partai kalau dianggap berkualitas," kata Gamawan setelah rapat koordinasi bidang kesehatan di gedung Kemenkes kemarin (1/8).
Menurut Gamawan, semangat yang melandasi aturan tersebut adalah tidak harus memaksakan. Misalnya, partai harus mengajukan ketuanya sebagai calon dalam pilkada. "Bisa saja orang-orang independen yang potensial di-hire oleh partai," ujar Gamawan.
Meski begitu, mantan gubernur Sumbar itu menolak jika peluang calon independen sudah tertutup sama sekali. Sebab, saat ini RUU masih dibahas dengan DPR. "Nanti syaratnya tetap seperti itu, tapi tidak diajukan partai. Tapi, pakai persyaratan plus," ucap Gamawan.
Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain mengatakan, pemilihan melalui DPRD sejatinya tidak menutup peluang calon independen untuk masuk. Namun, harus dipahami bahwa peluang terpilihnya calon independen jauh lebih kecil dalam pemilihan yang dilakukan antarfraksi. "Sebetulnya DPRD justru menghilangkan kesempatan independen. Meskipun tetap boleh," kata Malik di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (1/8).
Malik menilai, harus ada syarat yang berbeda untuk tetap mengakomodasi calon independen. Meski, dia saat ini cenderung tetap setuju pada pola pemilihan langsung. "Meski tetap pemilihan langsung, harus efisien," ujarnya.
Salah satu cara efisiensi pilkada adalah pesta demokrasi daerah tersebut cukup dilakukan satu putaran. Itu bisa dilakukan dengan menaikkan syarat persentase parpol pengusung pasangan calon. "Kalau sekarang 15 persen, nanti bisa jadi 25 persen. Lalu, bisa dilakukan pilkada serentak," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Dengan pilkada satu putaran dan dilakukan serentak, Malik memprediksi akan terjadi penghematan 30"40 persen. Petugas pemilu yang bekerja satu kali dalam satu waktu tentu lebih irit daripada kinerja dengan dua putaran. "Dari situ terlihat sangat irit. Begitu pula biaya-biaya lain, pasti irit," tandasnya. (fal/bay/c10/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Foke Berubah Setelah Kalah
Redaktur : Tim Redaksi