Jika pernah mencoba kubis Brussel dan terasa sangat pahit, tampaknya secara genetika Anda akan lebih memilih minum teh daripada minum kopi.
Kesimpulan ini ditarik dari sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam Scientific Reports, hari Jumat (16/11/2018).
BACA JUGA: Pembunuh John Lennon Mark Chapman Merasa Malu Dari Tahun ke Tahun
Pilihan teh atau kopi jelas merupakan masalah selera. Namun selama ini hasil penelitian belum bisa memastikan apakah selera seseorang ada hubungannya dengan pilihan teh atau kopi.
Penelitian terdahulu memastikan faktor-faktor jenis kelamin, usia dan metabolisme berpengaruh pada pilihan seseorang.
BACA JUGA: Pahlawan Bourke Street Dimintai Keterangan Polisi Atas Kasus Pencurian Di Melbourne
Namun penelitian yang melibatkan ratusan ribu orang ini membuktikan, kemampuan genetik seseorang untuk merasakan rasa pahit ternyata berperan besar.
"Bila Anda sensitif terhadap rasa pahit, besar kemungkinan Anda lebih memilih teh," jelas penulis laporan penelitian ini, Dr Liang-Dar Hwang dari Universitas Queensland.
BACA JUGA: Mulai Tahun Depan Sekolah Di Canberra ini Tidak Lagi Ajarkan Pelajaran Bahasa Indonesia
"Jika Anda lebih peka terhadap kepahitan, Anda lebih cenderung menjadi peminum teh," kata Dr Hwang.
Sebaliknya, jika seseorang tidak peka terhadap rasa pahit, dia lebih cenderung menjadi peminum kopi.Belajar menyukai rasa pahit
Kita terlahir dengan keengganan untuk mencicipi makanan yang pahit.
Ketika tumbuh dewasa, kita belajar menyukai minuman yang mengandung kafein pahit.
Penelitian Dr Hwang dan rekan-rekannya ini ingin mengetahui peran gen rasa rasa yang dimiliki seseorang dalam memilih minuman ini.
Mereka menemukan adanya satu set gen yang berpengaruh terhadap kemampuan kita mendeteksi rasa pahit.
Peneliti mempelajari gen perasa yang terkait dengan tiga zat pahit: kafein, kina, dan propylthiouracil (PROP) yang rasa pahitnya mirip dengan kubis Brussel.
Mereka menyimpulkan seseorang yang bisa mendeteksi rasa pahit kopi akan lebih memilih kopi daripada teh.
Menurut peneliti, hal ini mungkin dikarenakan mereka mengasosiasikan aroma kafein dengan rasa pahitnya.
Di sisi lain, peneliti menemukan bahwa seseorang dengan gen perasa kina dan PROP akan lebih memilih teh daripada kopi.
Menurut Dr Hwang, memiliki gen-gen tersebut membuat seseorang sangat sensitif terhadap rasa pahit.
"Dia akan merasakan zat yang pahit lebih pahit dibandingkan mereka yang tak memiliki gen tersebut," jelasnya.
Menurut anggota peneliti lainnya Jue-Sheng Ong, seseorang yang lebih menyukai teh memiliki keengganan genetis terhadap kopi.
Penelitian ini juga menemukan bahwa gen perasa PROP berpengaruh terhadap rendahnya keinginan seseorang minum anggur merah.
"Itu mungkin karena kandungan anggur merah memiliki senyawa mirip-PROP seperti yang terkandung dalam kubis Brussel," jelas Ong.
Penelitian sebelumnya di tahun 2005 menemukan bahwa 42% dari preferensi kita untuk memilih teh atau kopi terkait dengan genetika.
Menurut Dr Hwan, sebagian besar hal ini dipengaruhi gen metabolisme kafein.
Semakin cepat tubuh seseorang mencerna kafein, semakin banyak pula kopi yang bisa diminum orang tersebut.
Joanne Hort dari Massey Institute of Food Science and Technology di Selandia Baru menjelaskan penelitian terdahulu menunjukkan adanya kesimpangsiuran antara kemampuan merasa rasa pahit dan preferensi kita antara teh dan kopi.
Meski penelitian terbaru tersebut tak memperhitungkan pengaruh aroma kopi, kata Prof Hort, namun kemampuan indra perasa secara umum terkait dengan kemampuan membaui.
"Indra perasa memperkuat rasa," jelasnya.
Selain aroma, faktor budaya juga memengaruhi apakah kita minum teh dan kopi.
"Di Selandia Baru, minum kopi dengan kue sudah jadi keharusan," tambah Profesor Hort.
Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemulangan Warga Rohingya Ke Myanmar Dianggap Belum Aman