jpnn.com - JAKARTA – Molornya pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014, berimplikasi langsung pada tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2015. Karenanya, Kementerian Dalam Negeri tengah mengkaji wacana tentang pengunduran pelaksanaan pilkada serntak 2015 menjadi 2016 mendatang.
Menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemdagri, Djohermansyah Djohan, pelaksanaan pilkada serentak tahun 2015 memang akan tergantung pada keputusan DPR atas Perppu Nomor 1 Tahun 2014. “Kita lihat dulu ini (perppu, red) diterima (DPR) atau ditolak. Setelah itu (perppu) diundangkan, KPU berdasarkan undang-undang bisa menetapkan regulasi, terutama soal tahapan dan jadwal,” katanya di gedung Kemdagri, Senin (22/12).
BACA JUGA: Mau Jadi Ketum PD Lagi, SBY Sama Saja Calonkan Diri Sendiri
Kalaupun akhirnya pilkada serentak diundur, kata Djohermansyah, maka daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2016 juga harus ikut pilkada serentak pada tahun 2016 juga. Dengan demikian total daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak mencapai 304 daerah. Rinciannya, 204 daerah yang akhir masa jabatan kepala daerahnya 2015, ditambah 100 daerah yang berakhir pada 2016.
Menurut birokrat yang akrab disapa Prof Djo ini, langkah pemerintah mengkaji wacana memundurkan jadwal pilkada didasari beberapa faktor. Antara lain, andai tahapan pilkada baru dapat dimulai Maret atau April 2015, dengan memperhitungkan hasil akhir jika ada gugatan hasil pilkada maka kemungkinan tahapannya baru berakhir Februari atau Maret 2016.
BACA JUGA: Atasi Kejenuhan, Pemilu-Pilkada Selang 2 Tahun
“Nah kalau dilantik bulan Maret 2016, nanti habisnya masa jabatan baru tahun 2021. Padahal pilkada serentak nasional di perppu ditetapkan 2020. Makanya geser lagi, enggak bisa di 2020. Harus ada perubahan,” katanya.
Prof Djo menambahkan, kalaupun pilkada nasional diundur menjadi 2021, maka untuk pilkada serentak gelombang pada 2018 sebagaimana diatur perppu tidak ada perubahan. Hanya saja, hal itu mengakibatkan masa jabatan kepala daerah hasil pilkada 2018 yang sebelumnya ditetapkan hanya dua tahun, diperpanjang menjadi tiga tahun.
BACA JUGA: Pilkada Serentak 2015 Sebaiknya Diundur Hingga Juni 2016
Namun, masa jabatan ini tidak dihitung sebagai satu periode masa jabatan. “Jadi bonus, sebab kalau masa jabatan kepala daerah hanya dua atau tiga tahun, kan modal belum kembali. Selain itu juga diberi kompensasi setara dengan lima tahun," ujarnya.
Jika wacana memundurkan tahapan pilkada akhirnya terealisasi, kata Djohermansyah, maka tahapannya akan lebih longgar. “KPU bilang kalau dikejar sampai akhir Desember 2015, kami terburu-buru. Itu harapannya KPU. Kalau gitu yang mau diakomodasi, tak jadi pilkadanya 2015, tapi ditunda Juli-Agustus 2016, tapi 100 daerah (yang akhir masa jabatannya berakhir di 2016), juga harus diikutsertakan,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puji Stabilitas Pertumbuhan, Kritisi Kesenjangan Pendapatan
Redaktur : Tim Redaksi