Pilkada Jabar 2018, Pertarungan Dua Kuda Pacu

Rabu, 27 Juni 2018 – 09:35 WIB
Pengamat Politik Manilka Research, Herzaky Mahendra Putra. Foto: Dokpri for JPNN

jpnn.com - HERZAKY MAHENDRA PUTRA
Pengamat Politik Manilka Research

Menilik hasil berbagai survei terbaru di bulan Juni ini, sepertinya pertarungan di Pilkada Jabar 2018 menjadi milik dua pasangan calon, yaitu Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum. Kedua pasangan calon ini elektabilitasnya stabil di kisaran 30-40 persen pemilih.

BACA JUGA: PMKRI: Pilkada Jadi Momentum Melahirkan Pemimpin Kredibel

Selisihnya pun seputar margin of error maupun swing voters. Sedangkan elektabilitas Sudrajat-Syaikhu maupun Tb Hasanuddin-Anton Charliyan, tidak ada yang melebih 10 persen, selisih yang cukup signifikan dengan dua pasangan di atasnya.

Ibarat Piala Dunia, untuk Pilkada Jabar kali ini, hanya tersisa dua pasangan calon yang lolos ke ‘final’. Pertanyaan yang muncul adalah siapakah yang menjadi pemenang dalam kontestasi pilgub Jabar 2018 ini? Lalu, apakah pasangan calon yang diusung PKS (bersama Gerindra dan PAN), yaitu Sudrajat-Syaikhu, tidak bisa rebound dalam detik-detik akhir, mengingat 10 tahun Jawa Barat berada dalam genggaman gubernur usungan PKS, yaitu Ahmad Heryawan?

BACA JUGA: Hari Pencoblosan, Korlantas Pantau TPS dengan Bersepeda

Sosok Matang

Pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi sangat wajar menjadi yang terdepan dalam Pilgub Jabar 2018 ini. Faktor pertama adalah sosok Deddy Mizwar. Tingkat popularitasnya sangat tinggi, mencapai 89,5 persen menurut survei Indikator. Perbedaannya mencapai 10 poin dibandingkan dengan sosok di bawahnya. Sedangkan tingkat kesukaan warga Jabar terhadapnya, masih menurut survei yang sama, di angka 83,4 persen.

BACA JUGA: Pilkada Serentak, ke Mana Pak Jokowi?

Tingkat popularitas Deddy Mizwar merupakan hasil perjalanan panjangnya sebelum meniti karir di pemerintahan dan politik. Setelah dikenal sebagai salah satu aktor yang sukses di akhir 1980an, di antaranya melalui film Naga Bonar (1987) yang sering diidentikkan dengan dirinya sampai dengan sekarang, Deddy Mizwar bertransformasi sebagai sutradara sukses melalui serial televisi Lorong Waktu.

Transformasi dari sosok aktor atau penampil, alias selalu di depan dan mendapatkan kredit atas setiap hasil, ke sosok sutradara, seorang pemikir dan memiliki peranan lebih luas dari seorang penampil, meskipun jarang mendapatkan apresiasi, merupakan modal berharga bagi Deddy Mizwar sebelum masuk ke pemerintahan. Dan, sosok sutradara yang bekerja total dalam diam, tanpa sorotan publik, dibawa Deddy Mizwar sewaktu menjabat selaku Wakil Gubernur Jabar 2013-2018 lalu.

Faktor kedua adalah pengalaman Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi di pemerintahan yang saling melengkapi. Pengalaman Deddy Mizwar selaku wakil gubernur Jawa Barat di tahun 2013-2018, sangat diperlukan untuk keberlanjutan pembangunan di Jawa Barat.

Sedangkan Dedi Mulyadi, berpengalaman memimpin Kabupaten Purwakarta selama dua periode, yaitu tahun 2008-2013 dan 2013-2018. Itupun setelah sebelumnya menjabat selaku Wakil Bupati selama satu periode. Wajar kalau pasangan calon ini dianggap sarat dengan pengalaman memimpin daerah dan birokrasi. Satu di level provinsi, dan satu di level kabupaten/kotamadya. Figur yang sangat tenang dan matang.

Pengalaman ini berimbas kepada pemahaman mengenai wilayah, program, dan warga pemilih. Bagaimana merancang dan mengimplementasikan program yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan warga pemilih. Di sinilah Demiz dan Demul bisa mengkapitalisasi keunggulannya dibandingkan paslon lain.

Faktor ketiga adalah mesin partai yang mendukungnya. Golkar dan Demokrat merupakan partai yang cukup punya taji dan akar di provinsi ini.

Apalagi ditambah dengan faktor keempat, yaitu sosok jurkam nasional yang memikat publik yang dimiliki kedua partai ini, seperti AHY, SBY, dan Airlangga Hartarto. AHY yang turun ke lapangan, bertemu langsung dengan masyarakat pemilih di Jabar, memberikan amunisi tambahan kepada Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi dalam menggaet pemilih muda dan milenial.

Empat faktor ini jika benar-benar dijaga dan dieksploitasi, bakal memuluskan jalan Deddy Mizwar, mantan aktor dan sutradara terkenal, menuju kursi Gubernur Jawa Barat.

Penampilan dan Ekspresif

Laiknya Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, pasangan calon Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum punya modal yang cukup untuk bertarung di Pilkada Jabar kali ini. Sosok Ridwan Kamil selaku cagub, memang menjadi daya tarik utama dari pasangan ini.

Sejak menjadi Wali Kota Bandung di tahun 2013, RK, demikian Ridwan Kamil biasa dipanggil, cukup disukai oleh warga Bandung. Setiap tampil di depan publik, RK dikenal sebagai sosok yang ramah dan ekspresif. Ridwan Kamil memang sosok penampil yang sangat nyaman tampil di depan publik.

Kedua, Ridwan Kamil tidak hanya dikenal sebagai orator ulung di muka publik, melainkan juga di media sosial. RK sangat aktif berkomunikasi di media sosial dengan para pengikutnya. Dengan bahasa yang santai dan lugas, RK memang memikat warga Bandung yang sangat aktif di medsos. Tak pelak, pengikut media sosial milik RK, mencapai 8,1 juta pengikut di instagram, termasuk yang terbanyak untuk politisi lokal. Medsos pula menjadi salah satu senjata andalan RK dalam memikat hati warga Jabar.

Ketiga, sejak menjabat walikota, RK menjadikan Kota Bandung tampak lebih bersahabat untuk warga dengan adanya ruang terbuka yang nyaman untuk mengekspresikan diri. Berbagai taman diperbaiki tampilannya, sehingga warga lebih nyaman menghabiskan waktu di ruang terbuka.

Keempat, keberadaan Uu Ruzhanul Ulum selaku Bupati Tasikmalaya sejak 2011 (saat ini sedang menjabat di pertengahan periode kedua), bakal melengkapi pemahaman RK selaku walikota. Bukan hanya memiliki pengalaman dan pengetahuan mengelola area kotamadya, melainkan juga area kabupaten.

Belum lagi Uu yang sudah lebih terbiasa mengelola dan menjalin komunikasi dengan parpol pengusungnya. Sedangkan RK sendiri memiliki sejarah hubungan kurang harmonis dengan parpol pengusungnya setelah terpilih sebagai walikota Bandung lalu. Untuk tingkat provinsi, kondisi ini bakal menghambat rencana pembangunan yang dilakukan.

Rebound untuk Asyik?

Ada satu fenomena di Pilkada Jabar kali ini yang ditunggu. Akankah ada rebound untuk pasangan Sudrajat-Syaikhu atau biasa disebut Asyik? Pertanyaan ini sempat mencuat, karena bagaimanapun, PKS berhasil mendudukkan kadernya selaku Gubernur Jawa Barat selama dua periode berturut-turut. Hal ini salah satunya tentu saja didukung oleh mesin partai yang solid.

Belum lagi ada pandangan, kalau hasil survei belum tentu tepat. Dengan demikian, posisi pasangan Sudrajat-Syaikhu yang di bawah selama ini, masih ada kemungkinan untuk meningkat drastis di hari pemungutan suara. Bahkan, kemenangan di DKI Jakarta tahun 2017, masih menginspirasi para kader PKS, Gerindra, dan PAN, untuk diulang di Jawa Barat tahun 2018.

Permasalahannya adalah berdasarkan kondisi obyektif saat ini, posisi Sudrajat-Syaikhu tidaklah sama dengan posisi Aher-Dede Yusuf di 2008. Pertama, di 2008, ada keinginan kuat untuk mengganti petahana. Sedangkan di 2018, gubernur petahana tidak bisa bertarung lagi. Wakil gubernur petahana memang ikut dalam pertarungan. Tetapi, tidak ada sentimen negatif laiknya di 2008. Sedangkan sentimen negatif terhadap masa lalu, bakal membuat orang mudah berpaling ke tokoh baru. Jika PKS menghembuskan isu negatif ataupun sentimen negatif terhadap hasil kerja petahana, dengan maksud menyerang Deddy Mizwar selaku wakil gubernur petahana, sentimen negatif ini bakal berbalik ke PKS, mengingat gubernur petahana adalah kader PKS.

Kedua, komposisi cagub-cawagub di Pilgub 2008 adalah gabungan tokoh yang tidak dikenal luas publik dan tokoh yang dikenal luas oleh publik. Formula ini kembali digunakan di 2013. Hanya, untuk 2018, pasangan calon yang diusung PKS bersama Gerindra dan PAN, kedua-duanya bukan tokoh yang dikenal luas oleh publik. Padahal, untuk Jawa Barat, sudah teruji dalam dua periode terakhir, tokoh yang sudah dikenal luas oleh publik, lebih mudah menuai dukungan suara dari para pemilih. Karena itulah, pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul, menjadi kuda pacu terdepan untuk kontestasi Pilgub Jabar 2018.

Ketiga, jika semangat kemenangan Anies-Sandi di Pilkada Jakarta 2017 padahal kalah di survei, mau diulang di Jawa Barat, sepertinya bakal menemui tembok kokoh. Mengingat selisih elektabilitas yang sangat signifikan, bahkan jika 100% swing voters suaranya mengarah ke Sudrajat-Syaikhu, tetap saja gap dengan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum, tidak bisa ditutupi.

Keempat, jika semangat 212 mau dibawa ke Jabar, yang mendapatkan imbas bukan Syaikhu yang diusung PKS, melainkan Deddy Mizwar. Mengingat Deddy Mizwar selaku wakil gubernur, ikut terjun langsung di kota Bandung.

Dengan demikian, pilihan paling realistis sebenarnya bagi kubu pengusung Sudrajat-Syaikhu adalah merapat ke salah satu kubu yang paling berpeluang menang, dan paling mungkin mengakomodir kepentingan konstituen mereka. Hanya saja, kalkulasi politik persiapan 2019, kadang membuat pilihan realistis di 2018, menjadi opsi yang tidak bisa diambil.

Jadi, siapakah pilihan terbaik untuk Gubernur Jabar 2018-2023? Silahkan memilih sesuai dengan hati nurani, apakah sosok matang Deddy Mizwar, ataukah sosok ekspresif Ridwan Kamil.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jateng dan Bali Mudah Diprediksi, Jabar Mirip Jatim


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler