Pilkada Serentak, Masa Jabatan Harus Serentak

Sabtu, 11 Agustus 2012 – 05:21 WIB
JAKARTA - Rencana penundaan sejumlah pemilihan kepala daerah (pilkada) mendorong kembali wacana digelarnya pesta demokrasi daerah secara serentak. Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa menilai, ide pilkada serentak merupakan terobosan yang harus diimbangi dengan perubahan masa jabatan kepala daerah yang juga serentak.

"Kalau melihat momen sekarang, tentu harus ada orang (kepala daerah, Red) yang legawa masa jabatannya berkurang," ujar Agun di Jakarta kemarin (10/8).

Menurut Agun, ide pilkada serentak sejatinya telah dicetuskan saat ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dibentuk. Ketika itu UU Pemda sudah mengatur larangan digelarnya pilkada di tahun yang sama dengan pemilu nasional. Dalam kasus UU Pemda, pemilu nasional saat itu diadakan pada 2004. "Sehingga pilkada diselenggarakan tahun berikutnya," kata mantan ketua Panja RUU Pemda tersebut.

Harapan pembuat UU saat itu, ujar Agun, pilkada yang digelar serentak pada 2005 juga mengakomodasi masa jabatan yang serentak. Kepala daerah yang pilkadanya tertunda diminta untuk merelakan masa jabatannya terpotong untuk masa pilkada serentak. Namun, ide tersebut tidak populer dan mendapat penolakan. "Kalau pilkadanya serentak, banyak yang ribut soal hak asasi (masa jabatan, Red)," ujar Agun.

Saat ini, kata Agun, semua pihak cenderung setuju dengan pilkada serentak. Namun, jika itu tidak berbanding lurus dengan masa jabatan, pilkada serentak di periode selanjutnya akan sulit diwujudkan. Karena itu, Agun mengusulkan ide pilkada serentak tersebut dilakukan bertahap. Artinya, pilkada serentak bisa dilakukan secara bertahap sesuai dengan pembagian masa jabatan kepala daerah saat ini.

"Sebaiknya bertahap mesti ada grup-grupnya terlebih dahulu. Mana kepala daerah yang baru menjabat, mana yang di tengah-tengah perjalanan, dan mana yang hampir berakhir," kata politikus Partai Golongan Karya itu.

Itu berarti, pilkada serentak bisa dilakukan terlebih dahulu sesuai dengan pembagian masa jabatan tersebut. Namun, prosesnya dilakukan bertahap dalam tempo yang singkat. "Bisa setiap enam bulan, bisa setiap tahun," ujarnya.

Opsi itu, kata Agun, memerlukan kemauan politik semua pihak. Kepala daerah nanti bisa dimintai pertimbangan atas usul tersebut. Namun, yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan adalah pimpinan masing-masing partai. "Lama-lama pembagian itu akan mengerucut ke pilkada serentak," ujarnya.

Pemotongan masa jabatan, kata Agun, pernah terjadi saat DPR periode 1997"2002, masa kerja saat itu hanya dua tahun. Ketika itu Presiden B.J. Habibie mengambil kebijakan memberikan kompensasi gaji pokok kepada seluruh anggota dewan. "Mekanisme tersebut bisa dilakukan kepada kepala daerah," tandas Agun. (bay/c10/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat Yakin SBY Tak Risaukan Testimoni Antasari

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler