jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Adi Prayitno memaklumi muncul kesan ketegangan yang muncul pada pelaksanaan Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020, mirip dengan kondisi di Indonesia pascapemungutan suara Pilpres 2019 lalu.
Yakni ada capres mengklaim kemenangan, keributan antarpendukung, aksi unjukrasa dan aksi meminta agar penyelenggara menghentikan proses penghitungan suara.
BACA JUGA: Iwan Fals Menulis Satu Kalimat untuk Joe Biden
Menurut Adi, kondisi yang mirip terjadi bukan karena konsultan politik pihak yang kalah menggunakan pola yang sama.
Namun, kemungkinan dipengaruhi karakter individu calon presiden.
BACA JUGA: Donald Trump Bakal Jadi Menhan AS? Begini Prediksinya
"Itu lebih pada Trump. Sebelumnya ketika Hillary kalah, tidak melakukan itu. Kenapa ada klaim kemenangan, minta penghentian penghitungan, memang karena sosok Trump yang keras kepala dan susah untuk diberikan masukan," ujar Adi kepada jpnn.com, Senin (9/11).
Menurut dosen di Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta ini, kisruh akibat pemilihan presiden baru kali ini terjadi sejak ratusan tahun.
BACA JUGA: Analisis Roy Suryo soal Video Dewasa Mirip Gisel, Oh Ternyata
Sebelumnya pada saat pilpres AS kedua, memang pernah terjadi kondisi yang sama. Sementara saat ini adalah Pilpres AS ke-46.
"Trump kan terkenal tempramental, emosional, sentimentil, sejak awal sudah merasa menang. Dan menuding ada kecurangan. Di Indonesia juga waktu itu terjadi, itu juga saya kira lebih kepada personal (capres yang kalah)," katanya.
Meski kondisinya mirip, direktur eksekutif Parameter Politik Indonesia mengatakan, ada perbedaan yang cukup signifikan antara pemilih di AS dan di Indonesia.
"Meminta penghentian penghitungan itu kan tidak rasional. Nah, bedanya di AS meski pun terjadi polarisasi pendukung, sangat banyak yang rasional. Kalau mereka nilai tidak sesuai dengan kaidah demokrasi, mereka enggak mau," pungkas Adi. (gir/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Ken Girsang