'Pintu Terbuka, Artinya Air Masuk ke Dalam Pesawat'

Minggu, 04 Januari 2015 – 03:50 WIB
Menkes Nila Moeloek. Foto: Fandi Permana/JPNN

jpnn.com, SURABAYA - Proses identifikasi jenazah penumpang AirAsia QZ8501 mendapat atensi Menteri Kesehatan Nila Moeloek.

Dia meninjau langsung proses identifikasi di RS Bhayangkara kemarin (3/1). Nila datang pukul 11.30. Setiba di rumah sakit, Nila langsung masuk ke ruang pemeriksaan post mortem.

BACA JUGA: Pesawat Indonesia Jatuh di Perbatasan

Setelah itu, dia menuju posko keluarga di Polda Jatim. Saat itu, banyak keluarga yang meminta penjelasan langsung dari Nila mengenai perkembangan terbaru pencarian. Mereka mengaku berharap masih ada penumpang yang hidup.

Nila pun menyampaikan duka sedalam-dalamnya sekaligus menguatkan keluarga agar menghadapi realitas. Menurut dia, pesawat hingga kini belum ditemukan dalam bentuk utuh. Itu berarti, besar kemungkinan banyak penumpang masih ada di dalam pesawat bertipe airbus A 320-200.

Apalagi pintu emergency yang berhasil ditemukan membuktikan air sudah masuk ke dalam pesawat. ”Coba berpikir logis. Pintu terbuka, artinya air masuk ke dalam. Dalam kurun wakru yang cepat pesawat itu juga terjun langsung ke laut. Orang sulit  keluar," ujarnya.

Menurut Nila Moeloek, pihaknya juga seorang dokter yang pernah terlibat dalam pemeriksaan forensik. Dia mengatakan, manusia yang tenggelam membutuhkan oksigen. Masalahnya, di dalam laut tidak ada oksigen. Bahkan manusia yang terus menyedot air laut nyawanya bisa melayang.

Belum lagi aliran air begitu deras. Tingginya mencapai empat meter. Arus bisa membawa pesawat ke jarak yang jauh. Pergeseran itu membuat penumpang di dalam pesawat sulit ditemukan dalan kondisi hidup.

Namun, dia mengaku akan terus bekerja optimal untuk menemukan pesawat itu. Apalagi ada bantuan dari Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan. Negara tersebut juga membantu proses identifikasi. Misalnya Singapura yang membantu proses pemeriksaan fingerprint. ”Manusia ada keterbatasan. Mari terus berdoa," ujar Nila.

Menurut dia, RS Bhayangkara dan RS Imanudin akan memaksimalkan usaha identifikasi. Namun proses itu memang tidak bisa cepat. Sebab, kondisi jasad saat ditemukan sangat berpengaruh. Dia berharap jenazah segera ditemukan. Yakni agar organ tidak rusak. Sebab, jasad yang berada di dalam air akan menggelembung. Kulit pun rusak.

Nila mengatakan, baju yang masih melekat pada jenazah juga bisa membantu identifikasi awal. Kondisi jasad dibuat sepersis mungkin saat ditemukan. Nila tidak menolerasi adanya kesalahan yang bisa berdampak besar..

Sementara itu, Ahli Forensik FK UI Prof Budi Sampurna menambahkan, salah satu penyebab proses identifikasi membutuhkan waktu lama adalah lantaran tes DNA. Lalu, pemeriksaan fisik jenazah yang kulitnya sudah lepas dan bekas jaringannya hilang. Proses identifikasi juga harus membandingkan data sewaktu masih hidup dengan yang dijenazah. ”Banyak item yang diperiksa. Banyak langkah,” ujarnya.

Menurut Budi, langkah dimulai dari tanda di tubuh hingga properti. Langkah selanjutnya berturut-turut mulai dari sidik jari, data gigi, dan pengambilan bahan untuk DNA. Pemeriksaan bisa berlangsung cepat jika jenazah dalam kondisi baik. Artinya, kecepatan penemuan jenazah sangat berpengaruh.

Budi mengatakan, sidik jari pada jenazah yang ditemukan lebih awal bisa mudah diidentifikasi. Sementara itu, gigi bergantung pada data yang dimiliki keluarga. Yang paling bagus, ada gambarnya dari dokter gigi atau hasil foto ronsen.

Sebab, organ yang bisa bertahan lama hanya gigi. Lalu, DNA dari keturunan vertikal. Sampel DNA bisa bertahan 100 tahun. ”Kalau meninggalnya sudah tiga hari ke atas, harus pakai cara lebih canggih. Misalnya gigi. Makin lama lagi harus pakai DNA. Mudah-mudahan penemuan jenazah cepat,” ucapnya.

Lama proses identifikasi ternyata tidak sama. Budi menuturkan, pada kasus Bom Bali, identifikasi membutuhkan waktu dua bulan. Untuk kasus jatuhnya pesawat Sukhoi, hanya perlu waktu sepekan.

Menurut Budi, sebenarnya pemeriksaan tidak membutuhkan waktu lama. Bisa sekitar dua hari saja. Namun, proses analisis lah yang membuat identifikasi terkesan memakan waktu.

Karena itu, sebanyak apapun jumlah jenazah harus langsung diserahkan rumah sakit. Tujuannya, identifikasi bisa segera dilakukan. Budi mengaku identifikasi masih terus berjalan. Tidak jarang, Tim DVI meminta tambahan data dari keluarga.

Selain itu, dari 30 jenazah yang diidentifikasi, satu di antaranya menjalani otopsi. Hal itu dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian. Misalnya apakah saat kematian ada trauma. Kemudian, kapan trauma terjadi. Apakah sebelum, saat, atau sesudah pesawat jatuh. ”Tidak semua jenazah otopsi. Kalau tubuh sudah terlanjur terbuka, akan kami periksa. Bisa otopsi karena langsung dilihat,” imbuh Menkes Nila Moeloek.

Saat ini dia mengaku akan memprioritaskan identifikasi, bukan otopsi. Nila menyatakan tidak bisa menyampaikan nama jenazah yang di otopsi. Namun, dia memastikan Kemenkes telah mengerahkan ahli forensik terbaik dari UI, UGM, dan Unair. Ada juga tim psikiater dan psikolog untuk memotivasi keluarga. ”Kami tahu perasan berduka keluarga. Mereka dalam tahap shock. Itu juga kami berusaha atasi,” ujarnya.

Sementara itu, sesuai aturan, ada beberapa penumpang lagi yang akan menjalani otopsi. Terutama kru pesawat. Sebelumnya, tim forensik akan berkonsultasi dengan kepolisian untuk otopsi. Menurut Budi Sampurno, otopsi tetap penting dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian. ”Paling tidak pilot, co pilot, dan contoh jenazah penumpang,” ucapnya.

Kabiddokkes Polda Jatim Kombespol Budiyono menambahkan, otopsi tidak dilakukan pada semua jenazah lantaran adanya local wisdom. Selain itu, tidak semua keluarga korban mau jenazah kerabatnya diotopsi.

”Otopsi hanya untuk konteks kepentingan investigasi. Ada protokolnya. Yang penting identifikasi dulu. Khusus untuk jenazah warga negara asing, nanti kami koordinasi dengan kedutaan dan manajemen AirAsia,” tandasnya. (riq/nir)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler