jpnn.com - MAKASSAR - Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin mengatakan pisang cavendish yang ditanam warga di dua lokasi di Sulsel telah berbuah.
Dua lokasi dimaksud yakni, di Desa Tellongen Kecamatan Mare Kabupaten Bone, dan Datae Kelurahan Lawawoi Kecamatan Watangpulu Kabupaten Sidrap.
BACA JUGA: 8 Manfaat Makan Pisang Setiap Hari, Cegah Serangan Berbagai Penyakit Ini
“Di Datae, pohon pisang cavendish yang sudah berbuah ini ditanam pada bulan November 2023. Usia tanaman kurang lebih lima bulan,” kata Bahtiar Baharuddin dalam keterangannya di Makassar, Minggu (28/4).
Begitu pun di Kecamatan Mare Kabupaten Bone. Saat Pj Gubernur Bahtiar Baharuddin melakukan peninjauan baru-baru ini, pohon pisang cavendish di lokasi tersebut juga sudah mulai berbuah.
BACA JUGA: Bea Cukai Sebut Pisang Cavendish jadi Komoditas Primadona Ekspor
Diketahui, budidaya pisang cavendish diinisiasi Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin, sekaligus membangun ekosistem bisnis.
Pj Gubernur Sulsel juga berhasil mendorong perbankan untuk memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp100 juta per hektare lahan kepada masyarakat yang ingin melakukan budidaya pisang untuk ekspor ini.
BACA JUGA: Wamentan Harvick Dorong Pisang Cavendish Tembus Pasar Ekspor Lewat Korporasi Petani
Dari sisi pasar, Bahtiar juga telah menyiapkannya. Pemerintah Provinsi Sulsel telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan perusahaan raja buah Great Giant Foods (GGF), yang siap membeli berapa pun produksi pisang cavendish asal Sulsel.
Sebelumnya, Kepala OJK Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Darwisman, menyampaikan bisnis pisang cavendish sangat potensial, sehingga perbankan tidak ragu mengucurkan pembiayaan.
Darwisman menjelaskan melihat potensinya, pada setiap 1 hektare lahan budidaya pisang varietas cavendish akan menghasilkan nilai pendapatan kotor sebesar Rp360 juta per tahun.
Dengan asumsi populasi pisang per hektare sebanyak 2.000 pohon dengan produktivitas sebanyak 20 kg per pohon dan harga jual sebesar Rp4.500 per kilogram.
Sementara total biaya produksi, termasuk biaya tenaga kerja dan land clearing, pada tahun pertama diperkirakan sebesar Rp99,3 juta dan akan makin rendah atau turun 50 persen pada tahun-tahun berikutnya.
Sehingga laba bersih diproyeksikan sebesar Rp260,7 juta per hektare pada tahun pertama dan akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu