jpnn.com, JAKARTA - Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) menuding Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tidak punya sense of crisis. Ini setelah Pembelajaran jarak jauh (PJJ) kembali makan korban.
"Baru saja mendengar seorang siswa SMA di Goa, Sulawesi Selatan bunuh diri, karena diduga stres, merasa terbebani tugas belajar selama PJJ. Kami sangat berbelasungkawa atas kejadian ini," kata Koordinator P2G Satriwan Salim di Jakarta, Senin (19/10).
BACA JUGA: PJJ Makan Korban, Ini Desakan Komisi X pada Kemendikbud
Kejadian ini, lanjutnya, menunjukkan gagalnya Kemendikbud melindungi peserta didik. Mengingat beberapa bulan lalu, seorang siswa SD meninggal, karena dianiaya orang tua di rumah, yang tak sabar mendampingi anak selama PJJ.
Kemendikbud sendiri saat ini hanya fokus menyiapkan pelaksanaan Asesmen Nasional (AN), yang rencana kebijakannya baru saja diputuskan Nadiem Makarim sebagai pengganti Ujian Nasional (UN).
BACA JUGA: Sekolah Mulai Pembelajaran Tatap Muka, Murid yang Naik Angkot Diminta Tetap PJJ
Perlu dipahami jika fungsi, kedudukan, dan format AN jauh berbeda dari UN sebelumnya.
Secara substansi, P2G memberikan apresiasi kepada Nadiem Makarim, karena telah berani menghapus UN yang selalu menjadi beban dan momok bagi siswa selama belasan tahun.
Namun, kata Satriwan, kebijakan Kemendikbud melaksanakan AN yang dijadwalkan Maret 2021 sangat tidak bijak.
"Kebijakan ini kesannya tergesa-gesa, dan tidak tepat momentumnya di masa pandemi dan PJJ yang masih banyak kendala," kata Satriwan.
Dia melanjutkan program AN tidak sesuai kebutuhan siswa yang masih terkendala melaksanakan PJJ. Kebutuhan siswa selama PJJ daring dan luring itu berbeda.
Meskipun pemerintah sudah menganggarkan subsidi pulsa selama PJJ sebesar Rp 7,2 triliun. Namun ini hanya membantu untuk PJJ daring, bukan PJJ Luring. Bahkan masih banyak guru dan siswa yang tidak dapat bantuan kuota internet pada bulan pertama September lalu. P2G mendata laporan guru dari 14 provinsi yang tidak menerima bantuan kuota internet bulan September. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad