PK Napi Koruptor Ditolak, Sultan: MA Benteng Terakhir Keadilan Penegakan Hukum

Sabtu, 02 Oktober 2021 – 18:45 WIB
Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Potret penegakan hukum di Indonesia dinilai telah berada dalam jalur yang tepat pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Hukum yang ditegakkan secara bijaksana dan adil merupakan modal paling penting bagi kedaulatan dan keutuhan sebuah negara.

BACA JUGA: Parpol Diminta Tak Mengusung Napi Koruptor di Pilkada 2020

Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin di Jakarta pada Sabtu (2/10).

Menurut Sultan, pendekatan hukum yang tegas oleh Profesor Muhammad Syarifuddin selama ini signifikan menjadi penyelamat wibawa negara sekaligus mempertegas posisi institusi kehakiman yang tidak bisa didikte dan dipengaruhi oleh kekuatan politik mana pun.

BACA JUGA: Pilkada 2020, Masyarakat dan Parpol Diminta Tidak Dukung Mantan Napi Koruptor

“Proses pengadilan yang efektif dan mengedepankan hak asasi terdakwa dan narapidana membutuhkan kekuatan figur dan pola kepemimpinan transformatif dari lembaga kehakiman, mahkamah agung. Kita tahun integritas hakim dalam beberapa tahun terakhir sering kali disorot karena rentan dengan perilaku suap dan lain-lain,” kata Sultan.

Ketegasan MA yang menolak upaya hukum para napi koruptor bisa menjadi catatan berharga bagi kita sebagai bangsa khususnya bagi lembaga penegakan hukum lainnya.

BACA JUGA: Tegas! Jokowi: Tak Ada Pembebasan Napi Koruptor karena Corona

“Bagi saya, Prof. Muhammad Syarifuddin merupakan seorang hakim agung dan abdi negara sejati yang paham dengan suasana kebatinan bangsa,” puji mantan wakil Gubernur Bengkulu ini.

Sultan menilai sikap penolakan MA terhadap permohonan PK, bukan sekadar menjadi wujud konsistensi hukum, tetapi lebih merupakan simbol penghormatan tertinggi terhadap hukum dan reputasi pengadilan.

“Yang paling penting adalah hal itu menjadi pesan dan pelajaran berharga bagi kami pejabat negara, untuk mengabdi sesuai koridor hukum,” ujar Sultan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sepanjang 2020 setidaknya ada 65 narapidana kasus korupsi yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA), namun menurut MA mereka hanya 8 persen saja yang dikabulkan.

Sementara tahun ini hanya 21 napi koruptor yang mengajukan PK ke MA dan semuanya ditolak.

Secara psiko-sosiol, sikap tegas Ketua MA mencitrakan tanggung jawab moral MA kepada seluruh masyarakat yang menjadi korban dari ulah para koruptor.

“Ini juga warning bagi saya dan pejabat negara lainnya bahwa keadilan adalah segalanya. Para hakim yang independen tidak bisa didikte dengan pendekatan apapun,” kata Sultan.

Oleh karena itu, DPD RI secara kelembagaan sangat mengapresiasi kinerja ketua MA dan berkomitmen untuk selalu mendukung upaya-upaya penegakan hukum, terutama jika itu terkait dengan penanganan kasus penyalahgunaan anggaran, khususnya bagi pemerintah daerah.

Sebab secara fiskal, negara sedang dalam situasi sulit dan pelik. Maka Para kepala daerah harus lebih taktis, efisien dan transparan dalam mengelola keuangan daerah.

“Di sinilah letak urgensi peran dan fungsi institusi kehakiman khususnya MA. Institusi penegak hukum yang menjadi benteng terakhir harapan dan keadilan penegakan hukum di Indonesia. Hakim adalah hakim, mereka bukan Tuhan yang mutlak dan Maha Benar dan adil,” kata Sultan.(fri/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler